Menyusui Saat Aku Positif Covid19

Siapa yang tidak ingin menderita Covid19 saat menyusui bayi? Akupun tidak pernah berfikir mengenai ini. Namun nyatanya, aku sempat dinyatakan positif Covid19.

 

Ini kisahku.

Hari Senin pagi, 21 Feb 2022, hari yang berbeda bagiku. Saat aku bangun tidur, badan rasanya pegal-pegal. “Wah salah posisi tidur ini”, pikirku waktu itu.

Kebetulan senin pagi ada praktikum, jadi 07.30 WIB sudah sampai di kampus. Saat mendampingi praktikum badan makin nggak nyaman, berdiri lama-lama capek banget rasanya. Saat itu ku pikir mungkin karena ini pertama kali mendampingi praktikum setelah cuti melahirkan jadi badan nya kaget.

Tepat 11.00 WIB praktikum selesai, lanjut dengan pumping untuk dibawa pulang saat jam istirahat. Selesai pumping, cek jadwal, kebetulan setelah istirahat praktikum kosong, jadi aku memutuskan untuk izin setelah istirahat nggak kembali ke kantor.

Sampai rumah, setelah istirahat tidur siang, badan makin pegal2, pusing, meriang. 16.30 WIB memutuskan cari dokter. Kebetulan dokternya nggak ada, lagi mengantar neneknya sakit, kata petugas waktu itu. Cari dokter lain, ternyata antrinya panjang sekali, akhirnya memutuskan pulang karena nggak sanggup antri.

Aku masih lanjut dbf dan tidur sama Adek saat pulang. Biasanya adek memang bangun menjelang subuh, tapi waktu itu adek bangun pukul 01.00 WIB. Aku merasa pusing akhirnya aku membangunkan mbak yang biasanya momong adek, kuminta nemenin adek dan menyiapkan ASIP kalau adek haus.

Akhirnya hari selasa, 22 Feb 2022, memutuskan untuk ke puskesmas. Kata dokter kemungkinan ada sumbatan ASI jadi wajar membuat badan meriang, diresepkan paracetamol dan diberi izin sakit satu hari saja.

Karena badan masih meriang dan pusing banget, Adek seharian sama mbaknya, dan tidur malam bersama mbaknya lagi.

Aku tetap pumping setiap dua setengah jam sekali karena inget nggak boleh malas pumping, ada tiga anak yang harus diberi ASI (dua anak susuan).

Di hari selasa ini udah feeling nggak enak, kayaknya bukan deh kalau karena sumbatan asi, karena nggak merasakan ada “konde-konde”.

Hari rabu, 23 Feb 2022, karena izin sakit hanya satu hari, tapi badan masih nggak enak, akhirnya memutuskan untuk swab antigen (karena pengen tidur sama Adek juga, tapi ragu).

Dan benar, hasilnya positif. Untungnya semenjak hari Senin aku memutuskan untuk menutup rapat rumah, karena disekitar rumah ada anak-anak yang biasanya main sama Adek. Aku merasakan gejala pegal, pusing, meriang, mual, muntah).

Saat ini aku merantau dengan Adek yang berusia 5 setengah bulan. Ada mbak yang menemaniku momong.

Aku segera bertindak dan kangsung kabari keluarga. Mereka nggak kaget untungnya. Karena saat ini sedang “usum” kasus omicron.

Keluarga memintaku untuk isolasi mandiri dan nggak kontak dengan Adek.

Akupun turut mengabari grup perumahan, grup kantor, dan satgas covid di kantor.

Meminta untuk rekan-rekan yang sebelumnya kontak dengan aku untuk melakukan tes juga.

Perasaanku waktu itu, aku enggak memikirkan diriku. Cuma kepikiran sama Adek aja, takut tertular. Kumulai mencari info tindakan yang harus dilakukan ibu menyusui yang terkonfirmasi positif covid.

Segala upaya aku lakukan agar Adek tetap sehat. Aku gunakan dobel masker, sering cuci tangan, ganti baju juga sprei.

Akupun memutuskan untuk adek full minum asip fresh. Karena badan

Keluarga meminta saya untuk isolasi mandiri dan nggak kontak dengan Adek.

Akupun turut mengabari grup perumahan, grup kantor, dan satgas covid di kantor.

Meminta untuk rekan-rekan yang sebelumnya kontak denganku untuk melakukan tes juga.

Perasaanku waktu itu, aku enggak memikirkan diriku. Cuma kepikiran sama adek aja, takut adek tertular. Kumulai mencari info tindakan yang harus dilakukan ibu menyusui yang terkonfirmasi positif covid.

Segala upaya aku lakukan agar adek tetap sehat. Aku gunakan dobel masker, sering cuci tangan, ganti baju juga sprei.

Akupun memutuskan untuk Adek full minum asip fresh. Karena badan masih nggak enak dan pusing.

Aku berupaya kontak seminim mungkin. Saat Mbak tidak dapat memberikan ASIP, aku segera cuci tangan, pakai masker dobel dan lanjut menyusui langsung atau DBF walau hanya sesekali.

Hari jumat badan mulai terasa enak. Aku memutuskan untuk tidur bersama adek. Semua yang kugunakan aku ganti. Agar meminimalisir penularan virus.

Kesulitannya isoman dengan Adek sebenarnya lebih ke perasaanku. Aku khawatir kurang bisa menjaga kebersihan saat pumping.

Warna ASIkupun berubah agak kehijauan.

Hal terberat yang aku alami karena tidur terpisah dengan Adek. Banyak momen dimana adek menangis tengah malam minta susu. Saat itu aku ikut bangun, tapi hanya bisa melihat dari pintu kamar.

Asi cukup drop saat positif covid meskipun aku tidak mengurangi jam pumping, setiap 2 jam sekali. Jujur aku sempat panik karena tepat sebelum sakit semua asip aku serahkan ke anak persusu-an.

Tp setelah sembuh alhamdulillah volumenya mulai kembali seperti biasanya.

Saran aku kepada semua mom, tetap susuin bayi apabila badan dirasa sanggup. Upayakan DBF atau menyusui langsung agar moms juga bisa istirahat saat menyusui.

Jangan melupakan protokol kesehatan. Mom bisa pakai konektor atau kerudung saat pakai masker agar karet masker tidak bersentuhan langsung dengan telinga. Karena pengalamanku tidur pakai masker dengan tali ditelinga membuat telinga lecet.

Ada kemungkinan ASI drop, saran aku tidak perlu panik. Jangan skip pumping untuk tetap menjaga supply ASI lebih baik.

Semangat moms.

Ceritaku untuk menyemangati kalian.

 

 

Mom E

 

(Nyanya)

Foto : CDC

Perjuanganku Melawan Postpartum Depresi

 

Ini kisahku.

 

Namaku Mom A. Aku ibu baru yang menantikan buah hati pertama kami yang pertama.

Rasanya tidak sabar bisa menimang anakku nanti. Baju-baju yang sudah ku tata rapih, perlengkapan yang kupilih sendiri dan pernak-pernik yang aku yakin membuat bayiku sangat cantik.

Akhirnya bayi mungil yang ku nanti lahir. Bayiku lahir sehat, cantik persis seperti yang ku bayangkan. Namun, kelahiran baby X membuatku merasa sesuatu yang salah. Ada perasaan berubah, hal yang menurutku tidak nyaman dan aku merasa seperti bukan bagian dari diriku lagi.

 

Aku sering bertanya-tanya aku menyayanginya namun aku kesulitan saat dekat dengannya.

 

Tiga hari pertama aku mulai tidak menyukai keberadaan bayiku. Awalnya keluhanku karena lelah, terlalu capek dan aneh dengan perubahan yang cepat ini. Aku merasa canggung dan terbelenggu karna makhluk kecil yang menjadi prioritas utama kami.

Perubahan drastis ini memacu hidupku. Membanting emosiku, tenagaku.

Kurang pahamnya diriku pada edukasi menyusui buat putingku lecet di awal menyusui. Jujur, aku semakin tidak menyukai situasi ini!

 

Aku dan suami buta dalam merawat bayi. Kami berdua kebingungan, akupun diserang baby blues.

Walau semangatku naik turun, aku berusaha sendirian merawat bayiku ditengah kegundahanku. Pedih hatiku.

Saat itu aku benar-benar butuh bantuan, butuh didampingi merawat bayiku. Nyatanya, aku harus berjuang sendirian. Aku sering teriak dalam hati mengutuk hari-hariku. Aku merasa ibu yang tidak becus merawat anak.

ASI-ku hanya setetes, walau maksimal berupaya. Kuputuskan menyusui direct breastfeed (dbf) selang-seling dengan ASIP.

Aku merasa beruntung suamiku sabar menemaniku. Tapi, dukungan ini belum mengisi kekosonganku. Aku benar-benar penat dan sangat butuh waktu sendiri bahkan hanya untuk sekedar mandi! Dimana me time untukku?!

 

Sehabis lahiran aku tinggal dengan Ibuku. Kebiasaan adat dan tradisi disini kental sekali. Kami masih berpegang adat leluhur kami seperti harus sudah rapih jali di pagi hari, sudah minum jamu, pakai lulur, anak harus sudah mandi, dan lainnya.

Terdengarnya mudah, tapi aku tidak bisa melakukannya. Ibuku tidak membantuku seperti keinginanku sebelum melahirkan.

Suatu ketika bayiku menangis, aku baru saja makan setelah sulitnya aku lepas dari bayiku. Bukannya menolong, Ibuku hanya melirik. Botol ASIP yang sudah kusiapkan disampingnyapun tidak sama sekali diambil.

Perasaan dan hantaman psikologi bertubi-tubi semakin membuatku meronta. Lalu berat hati kuputuskan menjadi mama eping bayiku.

 

Walau suamiku mendukung, komentar sekitarku selalu menyakiti hatiku. Aku mengalami mom shaming yang membuatku semakin terpuruk. Anak akupun ikut di bullying. Hari-hari kelam ini aku lalui, tanpa mengetahui aku baby blues.

Aku kosong, seperti jiwaku hilang entah kemana, aku tidak lapar, tidak kenal apa itu lelah walau fisikku remuk. Mood swing yang ekstrim, setiap menit menangis tiba-tiba.

Harapan aku dimanjakan, dibantu, diayomi Ibuku pupus sudah. Ibuku tidak pernah memperdulikan diriku.

 

Suami pun mulai sadar ada yang tidak beres denganku. Curiga padaku yang lebih sering order makanan di luar. Ia kecewa karna ia meninggalkan uang pada ibuku dengan harapan membuatkanku makanan.

Gerak gerik ku yang terlihat tidak terurus membuatnya khawatir. Ia memperhatikan keadaan dirumah ini diam-diam.

Awalnya aku hire bidan untuk membantuku memandikan bayi sebelum puput pusar. Harapanku setelah puput, ibuku membantuku. Bukannya dukungan yang menyemangatiku, aku hanya mendapatkan raut wajah kesalnya.

Aku tambah down bagaimana cara memandikan bayi?! Lukaku belum pulih, aku masih kesakitan bergerak, namun aku harus melalui sendiri.

Karena belum mahir, bayiku sering ruam dibagian leher yang sulit kujangkau saat mandi. Aku menangis sejadi-jadinya menyalahkan kebodohanku.

Aku sering ditinggal sendirian di rumah hanya berdua dengan bayi saya! Kesal sekali rasanya!

 

Suamiku makin khawatir dengan keadaanku. Makanku tidak teratur, aku yang sering ditinggal hanya berdua dengan bayiku dirumah, aku tidak pernah dibantu ibuku, dan lainnya. Akhirnya, ia mencoba membujukku untuk sewa pengasuh atau tinggal dirumahnya, dirumah mertuaku. Namun kutolak halus tawarannya.

Suatu hari aku cekcok dengan Ibuku. Pertengkaran ini membuatku sakit hati, akupun diusir ibuku.

Dengan rasa kecewa, sedih, kesal, marah yang bercampur aduk aku menangis kedalam kamar.

Aku minta tinggal dirumah mertua saat itu juga kepada suamiku, yang kebetulan sedang menjaga anakku di kamar.

 

Pola makanku mulai membaik di rumah mertua, tapi aku tetap sendirian mengasuh bayiku. Karena ada cucu lain yang dititipkan setiap hari disini.

Merawat sendirian membuatku sampai posesif dan overprotektif pada bayiku. Aku tidak suka bila ada yang menyentuh selain ayahnya.

Saat bayiku usia 2 bulan, baby blues makin menjadi. Setiap mandi aku menangis. Salah satu pemicunya karna aku yang selalu memendam masalahku sendiri.

Aku mulai menyakiti diri sendiri dengan membenturkan kepala ke dinding, mencubit diri sendiri, memukulkan sesuatu ke badan sampai lebam. Bahkan aku berfikir untuk menyakiti bayiku!

Setiap bayiku menangis, selalu ada yang berbisik dikepala. Aku diminta untuk menutup wajahnya dengan bantal. Atau membantingnya ke lantai, atau menusuk badannya dengan gunting saat aku sedang pegang gunting di tanganku.

 

Aku beberapa kali menutup wajahnya dengan bantal. aku diamkan bantal itu beberapa detik lalu aku kaget dan sadar. Aku menangis kencang menggendongnya dan meminta maaf.

 

Aku merasa ini salah! Aku benar-benar butuh bantuan! Aku konsultasi kepada sahabatku yang kebetulan psikolog. Kemudian ia memvonisku Postpartum depresi dan menyarankan menemui psikiater segera.

Baby blues tetap terjadi pada diriku. Aku menyayangi bayiku tapi tidak nyaman dengan keberadaannya.

 

Saat usianya 5 bulan, aku habis beradu argumen dengan suamiku. Bayiku berusaha menggapai tanganku minta digendong. Aku hanya diam saja tidak melakukan apapun. Ketika ia berhasil memegang jariku, aku tepis tangannya.

Tangisannya pecah, ia menjerit tidak berhenti. Ia mengamuk saat itu. Aku lekas sadar menggendongnya dan meminta maaf padanya.

 

Semenjak itu, kehadiranku tidak berarti padanya. Ia lebih nyaman dengan kakek neneknya. Bayiku tidak pernah menangisiku ketika aku tinggal pergi. Ia trauma akan diriku, ibu yang seharusnya merawatnya sepenuh hati.

 

Aku berpikir tidak bisa seperti ini terus-menerus. Perlahan aku mulai terbuka dengan suamiku. Aku mulai sering pillow talk bersamanya. Aku sering memandang wajahnya yang penuh harapan.

Kami sering berbicara saat mood kami bagus. Membahas apapun walau sifatnya sensitif sekali, seperti orangtua kami.

Aku mulai mendamaikan diri bahwa tidak semua bisa dilakukan sendiri. Aku mulai luangkan waktu untuk me time.

Yang pasti ketika aku lelah, jenuh, mengantuk aku titipkan bayiku pada mertuaku.

Kamipun mulai rutin keluar berdua tanpa bayiku. Aku pernah bertanya perasaannya ketika pergi tanpa bayi kami. Jawabannya membuatku terenyuh dan makin menyayanginya, “it’s okay, kamu juga butuh melepas penat” kalimat ini membuat semangatku kembali penuh. Aku beruntung memilikinya di sampingku.

 

Walau sulit, aku mulai memperbaiki dan sering bermain dengan bayiku. Aku rajin menatap wajahnya. Aku berpikir bagaimana bisa aku menyakiti anak sekecil ini? Anak yang ku tunggu selama bertahun-tahun.

Berangsur bayiku Mulai dekat denganku. Mulai menangisi kepergianku. Mulai mencari ku. Aku bahagia, sangat amat bahagia dengan perubahan ini.

 

Aku akan menjadi ibu terbaik bagi anakku!

 

Untukmu baby X, bayi tercantikku.

 

(Nyanya)

 

foto : berbagai sumber

ASI Adalah Penawar Sakitku

ASI Adalah Penawar Sakitku

Rafa lahir tanggal 12 bulan Desember tahun 2014 lalu artinya selama 20 bulan aku sudah menjadi seorang ibu, merawatnya, mendidiknya dan selalu berusaha memberikannya yang terbaik termasuk dalam pemberian ASI yang merupakan hak bagi seluruh anak. Selama 20 bulan ini bukanlah hal yang mudah untuk kami lalui, apalagi Rafa adalah anak pertama.

Sebenarnya aku malu menceritakan sebuah kegagalan ini, namun aku pikir justru cerita ini mungkin bisa menjadi pelajaran terbaik untuk kedepannya dan bisa menjadi cambuk semangat bagi para pejuangASI. Rafa terlahir di Bidan yang kebetulan kurang Pro ASI, sehari setelah lahir Rafa langsung diresepi Susu Formula dan Asisten Bidan sendiri yang menyajikan 30 ml setiap 2 jam sekali. Aku dan suami yang waktu itu masih buta tentang ASI sama sekali tidak menolak, yang kami tahu bayi harus segera dikasih susu sebelum dia menangis kelaparan.

Setelah 3 hari ASIku keluar dan aku pikir bisa dengan mudah langsung menyusui Rafa sehingga dapat meninggalkan botol susu formula itu tapi ternyata dia sudah terlanjur tidak mau (yang sekarang aku tau itu namanya Bingung Puting). RAFA TIDAK MAU MENYUSU !!!! Huaaaaaaaaaaaa…. aku nangis kejer

Banyak wejangan yang aku dapat dari orang tua, sanak saudara yang terus memecut semangatku. Didampingi ibuku, aku terus berjuang untuk belajar menyusui, ternyata itu sangat sulit, begitu sakit, tertekan dan serba salah. Payudara yang sudah penuh sampai keras dan  bengkak itu mungkin ukurannya telah berubah menjadi 40B tetapi si bayi tidak mau menyusu, setiap disodori payudara dia langsung nangis kejer. Rasanya aku hampir putus asa dan yang aku lakukan kala itu adalah menangis bersimpuh dipangkuan ibu  memohon agar setiap sholat didoakan aku bisa menyusui Rafa.
Makin kesini sedikit banyak aku mulai membekali diri dengan membaca dari hasil browsing-browsing artikel di internet.  Aku mulai belajar memerah ASI hingga akhirnya Rafa bisa full ASIP tanpa susu formula. Hingga usianya 2 minggu dia belum juga bisa menyusu hanya mengandalkan ASI Perah, setiap kali belajar menyusu selalu pelekatannya salah alhasil putingku robek dan berdarah rasanya ngilu sekali tiap disusukan tapi aku bersikeras untuk tetap bisa menyusui Rafa langsung dari payudara. Perjuangan pasti akan membuahkan hasil, begitu juga dengan perjuanganku untuk menyusui Rafa. Dia berhasil menyusu dengan lancar, lihai dengan pelekatan yang bagus setelah berusia satu bulan. AKU BERHASIL 🙂

Semua terasa begitu indah.

Aku mulai kembali masuk kerja pertengahan bulan Februari 2015. Rasanya tidak sia-sia setiap kali melihat tumbuh kembangnya yang sangat luar biasa. Didampingi suami yang sangat peduli dan mengerti istrinya adalah pemberi semangat terbesarku untuk terus memerikan ASI sebagai nutrisi terbaik untuk Rafa. Enam bulan terlampaui dengan banyak lika-liku yang artinya Rafa telah lulus ASI Eksklusif (dengan catatan ditambah sufor diawal kelahirannya).

Kebahagian itu kemudian terasa direnggut saat Rafa berusia 6,5 bulan, tiba-tiba dia sakit muntah dan diare sampai akhirnya dehidrasi karena tak ada makanan apapun yang mampu masuk dan bertahan di lambungnya. Dokter memberikan surat jalan untuk opname karena Rafa sudah semakin dehidrasi dan lemas sehingga butuh cairan pengganti yang hanya bisa diberikan melalui selang infus. Melihat bayi sekecil itu ditusuk-tusuk jarum rasanya miris sekali, tidak tega melihat kesakitannya. Dokter mendiagnosa Rafa Disentri karena bakteri.

Di Rumah Sakit aku tetap memerah ASI dan memberikannya dalam keadaan segar tanpa didinginkan atau dibekukan sebelumnya. Saat Rafa malas menyusu aku memberikan ASI Perah itu. Pokoknya ASI harus masuk kelambungnya semakin banyak semakin baik menurutku karena dengan ASI itu akan membersihkan virus di usus dan lambungnya. Hari ke enam kondisi Rafa semakin baik, BABnya juga sudah mulai padat. Dia mulai ceria lagi dan akhirnya hari berikutnya diperbolehkan pulang.

Aku dan suami kemudian berpikir mengira-ira bagaimana rotavirus atau mungkin bakteri bisa masuk ke tubuh kecil Rafa. Mungkinkah karena dia sering memasukkan jari/mainan kemulut ? Mungkinkah gara-gara ASIP yang dia konsumsi kurang steril? Mengingat aku terpaksa pumping di toilet saat kerja. Dengan sangat terpaksa aku akhirnya membuang beberapa botol stok ASIP di freezer karena beranggapan jika ASI yang aku perah di toilet kantor tidak heigenis sehingga membuat Rafa diare. Membuang semua stok ASIP dan  kembali lagi dari nol untuk mengumpulkannya.

Seminggu setelah pulang dari RS tiba-tiba Rafa mendadak panas tinggi, temperature suhunya lebih dari 38o C dan itu berlangsung hingga 3 hari. Rafa terkena demam berdarag dan menjalani rawat inap sejak malam itu juga. Kami baru tahu ternyata untuk khasus DBD tidak memerlukan pemberian obat apapun, yang perlu dilakukan adalah menjaga cairan tubuh agar tidak sampai dehidrasi dan memberikan asupan makanan bergizi atau jika perlu diberikan vitamin/suplemen makanan.Seluruh makanan yang dipercaya dapat mempercepat meningkatkan kadar trombosit darah aku makan dengan harapan bisa diserap menjadi ASI dan Rafa bisa mendapatkan kasiatnya memalui ASI. Lagi-lagi aku yakin melalui ASI akan dapat menawarkan sakitnya enak. Semua itu demi kesembuhan Rafa.

Di hari ke 5 semenjak panas, Rafa jadi begitu kuat menyusu bahkan semalaman dia sama sekali tidak mau ditaruh dikasur maunya hanya dipangkuan ibunya sambil terus disusui. Pasti semua bisa mengerti bagaimana rasa capenya aku yang semalaman tidak bisa tidur sedikitpun karena si anak yang nempel terus. Pegal semua rasanya badan ini tapi aku tak pernah mengeluh, mendekapnya dan merasakan degup jantung dan irama nafas Rafa dipangkuanku bisa memberikan ketenangan sendiri padaku. Itu adalah pertanda dia masih bertahan melawan sakitnya dan yakin akan segera sembuh seperti sedia kala.

Paginya petugas lab kembali datang untuk mengambil sampel darah. Kira-kira pukul 11.00 siang  hasil lab sudah jadi dan hasilnya sangat mengejutkan karena trombositnya melejit naik menjadi diatas 100.000/mm3 dari 40.000/mm3. Aku langsung berpikir pasti ini karena Rafa minta ASI semalaman. Rasa syukur kembali terucap tak henti-hentinya. Setelah kembali ke keadaan normal akhirnya kami diperbolehkan membawa Rafa pulang. Total lama menginap di RS adalah 5 hari.

Semenjak itu aku selalu mensugesti diri bahwa ASIku akan memberikan imunitas yang kuat kepada Rafa. Aku berjanji akan menuntaskan kewajibanku untuk memberikan ASI sampai 2 tahun dan akan menyapihnya dengan cinta saat waktunya tiba.

Kisah inspiratif oleh :
Bunda Yenny Susanti

Dan Penolong itu Bernama Nashira

Dan Penolong itu Bernama Nashira

Kisah yang kutorehkan ini adalah kisahku sendiri. Kisah kegagalanku memberi ASI pada anak pertamaku dan di saat yang bersamaan efeknya terhadap psikologisku sendiri yang berawal dari Baby Blues Syndrome dan kemudian menjadi Post Partum Depression. Hingga akhirnya aku berjuang sendiri, mencari info sendiri mengenai bagaimana cara mengatasinya hingga akhirnya perlahan dapat menjadi ‘waras’ kembali hingga akhirnya Allah membantu pemulihan psikologisku dengan hadirnya anak keduaku. Saat usia kehamilan 3 bulan, aku konsulkan kehamilanku ke dr. Yudianto Budi Saroyo, Sp.OG. Saat itu, aku malah menangis karena merasa tidak diperhatikan abi. Oleh beliau aku dinasihati bahwa bayi dalam kandungan itu bisa mendengar dan merasakan apa yang ada di luar. Aku diminta berhenti mengeluh karena nanti bayinya yang akan stress.

Akhirnya abangpun lahir melalui caesar karena detak jantungnya kian melemah. Saat pertama kali abang lahir aku sudah kesulitan untuk menyusui abang. Selalu gagal dalam masa pelekatan. Sementara abang terus menangis. Belakangan barulah kutahu bahwa abang itu high palate. Langit langit mulutnya terlalu tinggi. Semua saran datang padaku sampai aku berpikir aku tidak sebodoh itu. Semua saran yang masuk malah membuatku jadi kurang percaya diri dan akhirnya sarkastis. Saat pulang ke rumah tantangan lain dimulai. Abang terus menerus menangis siang dan malam mungkin karena memang tidak bisa menyusu kala itu. Aku sudah ke konselor laktasi dan hasilnya tetap nihil. Abang masih tetap tidak bisa menyusu. Aku semakin stress. Mau curhat ke abi? Abinya lebih banyak tidak di rumahnya. Sementara di kanan kiriku banyak yang memberi mitos dan petuah petuah mengenai ASI. Kepala rasanya mau pecah dan akhirnya pelampiasannya aku kasar kepada orang, aku terlalu sinis dan nyinyir. Aku terus seperti itu sampai di puncaknya kala abang usia 1 bulan.

Dengan kondisi abang masih tidak bisa menyusu, terlalu sering menangis dan aku kurang tidur. Abi bangkrut kena tipu. Usahanya bangkrut. Luar biasa kala itu tidak terbayangkan stressnya bercampur aduk jadi satu. Aku marah pada abi, aku pukul abi, aku minta cerai sama abi dan kulakukan semua itu di depan abang yang menangis di usianya yang masih satu bulan. Kala itu mamaku langsung masuk dan bilang biar halim sama mama aja, GILA KAMU Kala itu semakin hari aku bukannya semakin sayang ke abang malah benci. Aku tidak  mau lagi urus abang sama sekali. Aku telantarkan abang. Bodo amat, kataku kala itu sampai mamaku pun bilang, kalau kamu nggak mau urus halim biar mama saja jadi ibunya.

Kala itupun abi tidak kerja sama sekali. Aku ambil alih menjadi tulang punggung dan abang dirawat abi di rumah. Lalu aku kembali ke agamaku, perlahan ke Tuhanku. Apa ada yang bimbing? Entahlah tapi aku desperate dan sajadah menjadi tempat terdamai untukku. Akhirnya perlahan aku waras lagi. Kujalani semuanya dengan perlahan tanpa mengeluh. Perlahan semua pun tampak bahwa tak ada yang perlu disesali dan diamarahkan. Singkat cerita abi pun dapat kerja lagi, semua perlahan kembali stabil lagi. Kecuali emosi abang.

Abang perlahan tumbuh dengan memiliki asma akibat kegagalanku memberi ASI. Setiap 2 minggu sekali, kami pasti ke dokter untuk mengatasi asma abang yang kambuh. Selain itu, Abang tumbuh dengan emosi yang kadang tidak terkendali. Dari kecil abang mudah sekali menangis dan marah. Semakin dewasa semakin terlihat tabiatnya. Ngeyel. Keras. Selain itu, abangpun tidak sedekat itu denganku jika dibandingkan dengan adiknya. Belakangan aku sudah bawa abang ke psikolog anak dan beliau pun tanya apa dulu aku depresi? Ya. Apa abang tidak ASI? Ya. Maka itulah alasannya kenapa abang memiliki tabiat seperti ini

Bicara dengan abi, aku mau mencoba memperbaiki. Dan aku terus memohon pada Allah bagaimana cara memperbaikinya. Allah menjawab dengan kehamilan Echa. Saat kehamilan echa, abi mencoba memperbaiki kesalahan masa lalu. Abi selalu ada untukku kapan pun dan dimana pun. Abi pindah kerja yang mudah meraihku di tempat kerja agar tidak terlalu lelah. Abi kabulkan semua yang kuidamkan. Singkat cerita kehamilan keduaku begitu damai. Hingga akhirnya Echa lahir. Saat Echa lahir, aku begitu ingin memberi ASI kepadanya agar pengalaman asma abang tidak terulang.

Saat awal aku memberi ASI kepada Echa yang kupikirkan hanya agar Echa tidak perlu menderita asma, karena berdasarkan artikel yang kubaca, ASI memiliki Immunoglobulin E yang juga sebagai anti alergi. Saat Echa masih di rumah sakit, aku meminta tolong kepada pihak rumah sakit untuk mendampingiku dengan konselor laktasi. Dan Alhamdulillah, aku berhasil menyusui. Saat berhasil menyusui Echa, entah kenapa aku merasa tenang sekali. Rilek, tidak ada ketakutan sama sekali. Aku merasa damai. Belakangan barulah kuketahui bahwa ASI keluar dipengaruhi hormon Oksitosin di dalam tubuh si ibu.

Menyusui Echa selain membawa kedamaian juga ternyata baik untuknya, baik untuk kesehatannya maupun untuk psikologisnya. Echa tumbuh dengan karakter yang beda jauh dengan kakaknya. Lebih tangguh. Tidak mudah menangis walaupun agak galak dan iseng ;P. Lebih tenang dan kalem. Lebih mudah mengalah dengan kakaknya. Di saat bersamaan, memiliki echa sebagai adik perlahan lahan membuat karakter abang berubah. Dari terlalu egosentris perlahan menjadi i must protect my sister. Emosi abangpun jauh lebih terkendali walau kadang satu sama lain masih suka bersaing dan bertengkar.

Kisah inspiratif oleh :
Bunda Yasmine H

Sukses Menyusui Langsung Anak ke Dua, Setelah Eping di Anak Pertama

Sukses Menyusui Langsung Anak ke Dua, Setelah Eping di Anak Pertama

Saya mau menulis pengalaman pribadi saat menjadi Mama Eping untuk Dimas dan pengalaman Direct Breastfeeding Femi.Oya, disclaimer. Ini pengalaman pribadi, bukan sebuah data valid melalui penelitian bla bla bla dan sampel yang digunakan juga tidak memenuhi kaidah statistik alias menggunakan anak sendiri sebagai sumber data.

Dimas, terlahir 29 November 2013 normal pervaginam 3.5 kg. Teori menyusui sekedar baca membaca, pasca lahiran tidak IMD, miss pengetahuan tentang dot atau relaktasi. Jadilah saya mama eping, saat itu hampir tidak ada teman bahkan support grup yang saya ikuti adalah grup luar negeri.Femi, terlahir 18 Februari 2016 pervaginam 2.6 kg. Berbekal pengetahuan sebelumnya, gentle birth, IMD, sukses direct breastfeeding. Lalu apakah dengan eping ini saya lantas mengajak ibu ibu muda untuk mengikuti jalan saya? Oh tidak tentu tidak. Saya ingin mensupport semua jenis ibu menyusui. Perjuangan di belakang itu tidak semua orang harus tahu kan?

Relaktasilah, jika belum berhasil. Teruslah berusahalah direct breastfeeding.

Tidak berhasil relaktasi karena tidak tega mendengar tangisan anak. Ah, ibu yang cengeng ya anda..!!! No, no, saya nggak akan bilang itu, mungkin saya termasuk ibu cengeng kurang usaha yang lihat anak sakit sedikit malahan ikut nangis dan bersedia menerima semua rasa sakit jikalau ada pemindai yang bisa memindahkan rasa sakit.

Anak eping, bonding denga ibu akan berkurang.Please, jangan sakiti hati dengan kalimat penghakiman seperti itu. Dimas adalah darah dan daging kami, orang tuanya. Bonding bahkan sudah tercipta saat di dalam kandungan, saat janin bahkan belum tau apa itu payudara (kutip ci lina winky).

I dont walk on your shoes, you dont walk in mine too

Ambang batas mental seseorang berbeda dengan yang lainnya. Ada ibu yang bisa tekad membaja melawan keluarga yang pro sufor, ada yang dikatakan asinya kurang saja sudah menangis bombay termehek mehek di pojokan.Jika kamu merasa berilmu dan berpengalaman, dan juga berempati, marilah saling membantu mengarahkan ke jalan yang benar. Bergandengan tangan bersama, demi masa depan bangsa Indonesia.

Yang terpenting, IMHO, adalah DUKUNGAN lingkungan sekitar. Dikau sudah siap ala ala prajurit perang, tapi jika suamimu, orang tuamu, mertuamu, keluargamu, lingkunganmu tidak mendukungmu untuk relaktasi, maka berjuang sendiri akan berasa sangat berat. Mari belajar sama sama tentang Manajemen Asi dan ASIP

Berikut beberapa tips sukses menyusui langsung anak kedua saya, Feminina Andien

  1. Mencari tenaga kesehatan yang pro ASI
  2. Mengikuti kelas hypnobirth gentle birth untuk afirmasi positif bahwa ASI saya cukup dan saya bisa menyusui secara langsung
  3. Minta dukungan suami
  4. Memiliki komunitas yang memberi semangat

Kisah inspiratif oleh :
Bunda Wahyu Prasetiawati

Belajar dari Pengalaman

Belajar dari Pengalaman

“Anak Ibu harus diopname!” Kata-kata itu meluncur begitu saja dari dokter anak yang kutemui siang itu. Kupeluk tubuh anakku yang lemas dengan nafas yang sesak. Anakku  divonis terserang asma karena alergi susu sapi.

Teringat pada masa itu, 2010 silam…

Bayiku hanya sempat minum ASI selama dua minggu. Surat tugas untuk LPJ di Jogjakarta sampai padaku dua minggu pasca melahirkan. Aku masih dalam kondisi yang lemah dan jahitan yang belum kering. Pihak BKD hanya memberikan aku waktu 3 hari untuk mempersiapkan segala akomodasi dan berkas penting lainnya. Bahkan, aku hanya diberi cuti melahirkan selama satu bulan. Tak bisa kubayangkan, sepulang LPJ nanti, aku sudah harus bekerja meninggalkan bayiku di rumah. Tak cukup ilmuku saat itu. Tak ada tempat untukku berkeluh kesah. Aku sadar bahwa ASI adalah makanan terbaik untuk anakku. Sambil berurai air mata, aku mencoba untuk menggali informasi lewat internet. Di sana kutemukan sebuah artikel, bahwa aku harus memompa ASIku sebanyak-banyaknya agar bayiku masih bisa minum ASI tanpa tersentuh sufor. Tapi…tapi…kapan? kapan aku lakukan itu? Tiga hari adalah waktu yang sangat singkat untukku.

Selain itu, di kota tempatku tinggal belum ada toko yang menjual peralatan untuk memompa ASI dan sebagainya. Ibu muda yang baru saja melahirkan seorang bayi, tanpa bekal yang mumpuni. Ah, kemana aku harus mengadu. Ibu dan kakakku sudah menyarankan untuk membelikan bayiku dot dan susu formula. Dengan berat hati, sehari sebelum keberangkatanku, bayi mungilku yang tak tahu apa-apa ini harus belajar minum susu formula melalui dot. Betapa hancur hatiku. Namun, Bayiku anak yang sangat manis, dia sangat cepat beradaptasi dengan dotnya. Dia tidak rewel saat kutinggal mengurus berkas-berkas di luar rumah.

Malam menjelang keberangkatanku, kususui bayiku tanpa henti. Sambil menahan air mata, kupeluk tubuh mungilnya. Kuciumi wajahnya. Ya Rabb…sungguh aku belum siap berpisah darinya. Tak sanggup aku meninggalkannya. Kuatkan aku ya Allah. Jaga anakku. Suamiku tak berhenti menenangkan batinku yang gundah. Dia menguatkanku. Dia meyakinkanku bahwa bayi mungil ini akan aman bersamanya, bersama nenek dan tantenya. Aku semakin tenang meninggalkan bayiku. Kukuatkan hatiku, bahwa bayiku lebih aman bersama orang-orang yang menyayanginya.

Ternyata dampak dari susu formula sangat tidak baik untuk kesehatan anakku. Hampir setiap bulan aku membawanya ke rumah sakit. Batuk, pilek, sesak, dan ruam disekujur badannya selalu menyerang tubuh anakku. Awalnya itu kuanggap wajar. Namun, lama-kelamaan aku semakin khawatir dengan kesehatannya. Anakku mengidap asma. Dokter anak yang kutemui memarahiku habis-habisan. Beliau menyuruhku untuk relaktasi. Hah? Relaktasi? Apalagi itu? Dokter anakku menyarankan kepadaku untuk menyusui kembali. Tapi relaktasi itu tak berjalan lancar. Ibuku tak suka melihat aku menyusui anakku. Setiap aku mencoba untuk menyusui anakku, ibuku selalu melarangnya. Dia tidak tega mendengar jeritan anakku yang bingung puting. Sampai-sampai putingku lecet karena pelekatan yang salah. Aku semakin stress dan menyerah dengan keadaan.

Aku ingin mengakhiri penderitaan dan kebodohan itu untuk anak keduaku kelak. Aku ingin menjadi ibu yang pantas untuk anak-anakku. Disaat anak pertamaku sudah berusia tiga tahun. Asma dan alergi susu sapinya berangsur membaik. Kuhentikan pemberian susu formula untuknya. Kubiarkan dia tumbuh alami dengan makan-makanan rumah. Tak ada susu formula lagi untuknya. Aku dan suami berniat untuk program anak kedua. Alhamdulillah, kami dikaruniai bayi perempuan yang cantik. Semua proses IMD kulalui dengan lancar.

Semua keluarga di rumah sudah teredukASI dengan baik. Kami belajar dari pengalaman membesarkan anak pertama. Perjalananku menuju ASI hingga dua tahun lebih berjalan dengan lancar. Aku sangat bersyukur, bisa bertemu dengan ibu-ibu seperjuangan denganku. Saat diusia kehamilanku masuk trimester ketiga, aku iseng bergabung digrup khusus ibu menyusui di facebook. Sampai akhirnya, ada satu member di sana yang mengajakku bergabung digrup Exclusive Pumping Mama Indonesia. Alangkah bahagianya hatiku, di grup ini aku sangat termotivasi. Tidak ada bully atau dipandang sebelah mata. Member-member di sana sangat baik dan langsung akrab. Aku mendapatkan banyak ilmu digrup ini.

Kuawali perjuangan mengaASIhi dengan membeli pompa second. Saat itu, aku belum memiliki cukup uang untuk membeli pompa ASI yang baru. Suamiku sangat mendukung keinginanku ini. Dia membelikanku penghangat ASI secara diam-diam. Tak kuduga sebesar itu perhatiannya terhadap perjuanganku ini. Suamiku sangat merasakan perbedaan dari kedua anak kami. Si abang yang selalu bolak-balik rumah sakit. Entah berapa banyak uang kami terkuras hanya untuk membelikan dia susu dan popok sekali pakai. Belum lagi obat-obatan yang tak murah harganya. Sekarang, si adik yang anak ASI ini alhamdulillah satu tahun diawal hidupnya tak pernah sakit. Kalaupun demam itu karena dampak imunisasi.

Tempatku bekerja dipimpin seorang ibu kepala sekolah yang sangat mendukungku dalam memberi ASI. Bahkan beliau sangat antusias melihat botol-botol ASIku penuh terisi. Beliau mempersilakan kulkas yang berada di dalam ruangannya untuk menyimpan ASIP-ASIPku sampai pulang sekolah. Aku semakin bersemangat mengumpulkan setetes demi setetes ASI untuk putri kecilku.

Betapa ilmu mengASIhi ini sangat penting untuk seluruh perempuan di dunia. ASI adalah rezeki terindah yang diberikan Allah untuk seorang anak manusia melalui ibunya.

Dengan penuh cinta, kisah ini kupersembahkan untuk para emak Eping yang berbahagia. Aku merasa tersanjung dan sangat bersyukur bisa nyemplung di grup yang super duper keren ini. Mungkin, tanpa support dari kalian aku tak bisa sesemangat ini. Terima kasih atas cinta dan semangatnya. Atas banyolan dan kerusuhan dan racun-racun cinta untukku. Berkat kalian semua, aku sukses mengASIhi hingga dua tahun. Terhitung 28 Januari 2017, putri cantikku lulus ASI 2 tahun. Terima kasih tak terhingga untuk kalian Mak…

Semoga jalinan ukhuwah ini selalu dan selamanya, hingga maut memisahkan dan berkumpul kembali di JannahNya. Semoga kebaikan-kebaikan yang sudah kalian tularkan untukku, mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Peluk erat dariku untuk kalian semua.

Kisah inspiratif oleh :
Bunda Ummu Rayhan

Working Mom dan Pumping Saat Bekerja

Working Mom dan Pumping Saat Bekerja

Bekerja dan menjadi seorang ibu adalah sebuah fase baru dalam kehidupan saya, berbekal dengan pengalaman teman sekantor dan buka-bukagoogle serta media-media tentang per-ASI-an, ahirnya saya memutuskan untuk bekerja dan tetap memberikan haknya Rafa (anak pertama saya yang sekarang usianya 15m+) untuk memberikan ASI Exlusive hingga 2 tahun.

Cuti melahirkan sudah hampir habis H-7, dalam hati bercampur aduk panik sudah pasti, bingung juga jangan ditanya lagi. Mulailah saya mengenalkan beberapa media minum ASIP untuk rafa, mulai dari sendok, dot, soft cup feeder medela. ahirnya rafa mau dengan menggunakan dot. Mengenalkan media H-7 its so late mom… (usahakan H-30 biarkan yang memeberikan ASIP yang nantinya akan mengasuh anak ketika kita bekerja)

Pasca melahirkan memang saya rajin pompa, jadi pas H-7 saya sudah ada stok sekitar 150 botol @100ml.. tapi ternyata rafa sama sekali tidak mau minum ASIP beku, dia maunya yang fresh. Bingung,sedih, panik rasanya tapi suami tetap optimis kalau saya bisa kejar tayang untuk memberikan ASI pada Rafa.

Tibalah saatnya 1 februari 2016, pertama saya masuk kerja… pompa dikantor 2 jam sekali, setiap pompa saya selalu melihat foto rafa, istilahnya buat booster ASI, Alhamdulillah sehari pulang selalu bawa oleh-oleh 600ml ASI.

Masalah Asi kejar tayang terselesaikan, ternyata rafa bingung puting laten (hisapan melemah), kami mendatangi RS untuk konsultasi hal ini, ahirnya dokter menyarankan untuk tidak menggunakan dot, baiklah rafa saya ajarin minum pakai gelas langsung, dan ahirnya dia lebih memilih gelas dari pada dot, perlahan hisapannya semakin menguat seperti sedia kala.

Dan saat ini rafa sudah 15m+ dan Alhamdulillah masih ASI, sehat, tumbuh sesuai dengan usianya dan itu merupakan sesuatu yang sangat luar biasa bagi saya.

Memiliki buah hati adalah suatu anugerah, menyusui adalah sebuah moment terindah bagi ibu dan anak. Oh ya 1 lagi saya juga punya anak sepersusuan 1 lagi yang seusia Rafa. Well mom, nothing is imposible… working mom tetap bisa memberikan yang terbaik dari yang baik untuk buah hati kita.

Kisah inspiratif oleh :
Bunda Siti Zuliatin

Menyusui Dengan Keras Kepala

Menyusui Dengan Keras Kepala

Saya ibu baru saat Arkan lahir 14 oktober 2015, sebelum itu saya hanya seorang gadis manja yang tidak tau apa-apa tentang bayi. Kesalahan saya adalah tidak belajar bagaimana melahirkan dan menyusui, dalam hati saya “ngapain belajar semua wanita merasakan melahirkan dan menyusui, pasti semua wanita bisa”. Itu adalah pikiran picik saya saat saya sedang mengandung Arkan, semua wanita bisa menyusui dan pasti bisa menyusui tanpa tau halangan apa yang akan dilalui. Saya melahirkan aArkan dengan normal dan saat IMD Arkan tidak mencari puting hanya tidur diatas dada saya, kepercayaan diri saya makin tinggi saat hari pertama asi saya langsung keluar walau tidak sampai membasahi baju seperti teman-teman saya.

Hari ke-tiga saya diperbolehkan pulang, saat itu saya tidak ada pikiran macam-macam kecuali saya harus memikirkan kapan saya harus pompa karena saya kerja. Pikiran saya saat itu Arkan minum asi seperti kita minum air, asi saya sederas kran air. Sampai pada saat malam pertama Arkan tidur dirumah semalaman Arkan nangis tanpa henti, sudah digendong utinya, di nen, semua cara sudah sampai satu rumah pada bingung, padahal di rumah sakit Arkan tidak seperti itu. Pagi-pagi mama saya panik panggilah bidan tua dekat rumah datang ke rumah dan sekonyong-koyong pegang PD saya dan bilang “wah, PDnya lembek tidak ada asinya, pantesan anaknya nangis terus” saat itu bukan arkan yang nangis tapi saya juga nangis berasa gagal jadi ibu yang tidak bisa mengASIhi Arkan.

Saat itu Arkan diberi air zam zam oleh sang bidan, saya makin nangis lagi karena tidak bisa menahan keluarga dan bidan memberikan air zam zam. Saat itu juga mau diberikan air madu tetapi saya bisa memohon untuk tidak diberikan. Hanya saat itu saya memberikan Arkan air zam zam, hari berikutnya saya meminta teman saya untuk menyusui dan saya mencoba memberikan asi perahan saya menggunakan dot.

Tetapi apa yang terjadi arkan umur 1 bulan ternyata bilirubinnya masih tinggi, saat itu dokter khawatir hati Arkan kenapa-kenapa, bayi 1 bulan disuruh puasa 3 jam tidak minum asi oleh dokter karena mau di USG, Arkan nangis teriak2 minta asi di RS, Saya hanya bisa nangis sambil berkata maaf untuk Arkan. Setelah diUSG ternyata arkan terkena infeksi saluran pencernaan. Pertanyaan saya dari mana dapat infeksi tersebut, lalu saya teringat saat Arkan diberikan air putih, mungkin dari itu, hanya bisa meminta maaf dan menangis menyesal apa yang harus dilalui Arkan. Pengobatan selama 2 minggu dijalani sampai akhirnya bilirubin Arkan menurun tetapi belum normal.

Semenjak kejadian itu saya tidak percaya diri ASI saya cukup untuk Arkan, tiap malam nangis sama Ayah Arkan karena merasa kurang dan gak bisa di pompa. Padahal penambahan berat badan arkan bagus dibulan awal naik 1 kg, tapi saya merasa ASI saya kurang, akhirnya kakak saya masukkan saya ke grup EPING di FB, disitu saya baru belajar, bagaimana kepercayaan diri penting, membeli pompa electric untuk membantu saya mengASIhi, memompa 2-3 jam sekali (karena arkan mulai bingung puting), sampai saya dating ke bidan yessi spesialis hypnoterapi untuk meningkatkan kepercayaan diri saya. Iya, saya akhirnya menggunakan hypnoterapi, saya nyupir sendiri dari jogja ke klaten karena suami saya tidak percaya dengan hypnoterapi, saya rela mengantri bidan yessi berminggu-minggu untuk bisa melakukan hypnoterapi.

Ternyata untuk bisa mengASIhi arkan perjuangan Nda besar, Nda selalu berdoa agar asi cukup paling tidak 6 bulan, walau EPING, walau hasil juga tidak sebanyak ibu-ibu lain, yang saya pelajari disini adalah ASI tidak perlu berlimpah tetapi  cukup untuk arkan. Alhamdulillah sekarang arkan 16 bulan masih ASI dan insyaallah dicukupkan.

Kisah inspiratif :
Bunda Sely Novita

WE ARE THE GREAT TEAM

WE ARE THE GREAT TEAM

Seperti layaknya ibu baru, ditengah sakitnya luka abis operasi cesar, aku berusaha menyusui anakku. Ya sejak hamil aku memang sudah sibuk mencari semua informasi tentang kesehatan bayi. Dulu kupikir menyusui sesimple tulisannya, keluarkan payudara, masukan kemulut bayi, selesai. Tetapi siapa sangka justru perjuangan baru dimulai, bayiku menangis keras, mungkin haus, sementara Asiku tak kunjung keluar ditambah puting yang mandep kedalam. Anakku berusaha, aku berusaha, tapi asinya tak kunjung keluar. Ah, bukankah bayi bisa bertahan 2-3 hari di kehidupan pertamanya tanpa makanan kan? Bukankah bayi menangis bukan hanya karena lapar, tapi banyak faktor lain yang mungkin membuatnya tidak nyaman..

Entahlah, yang aku tau sekarang bayiku menangis tanpa henti siang dan malam sehingga membuat seluruh perawat selalu berjaga di kamarku, membuatku, suamiku, papa dan mamaku panik. Mama yang selalu berusaha menenangkanku, papa yang berusaha menenangkan bayiku hingga akhirnya di hari ketiga, tepat disaat kami diperbolehkan pulang, bayiku demam tinggi sehingga harus di rawat. Ya Allah betapa perihnya hatiku melihat bayi semungil itu ditusuk jarum untuk diambil darahnya, ingin rasanya aku yang menggantikan  posisinya. Tenang ya Nak, Mama akan berusaha memberi yang terbaik buatmu.  Akhirnya aku pulang tanpa bayiku, dan suami menandatangani surat pemberian susu formula untuk bayiku. Di rumah, aku berusaha memompa asi. Awalnya beberapa tetes selama 30 menit, tak putus asa ku pompa lagi sepuluh menit kemudian, berhenti lalu pompa lagi sampai akhirnya aku melihat cairan kuning itu didasar botol, golden liquid yang kutunggu dari hari pertama aku menyandang status menjadi seorang ibu.. Alhamdulillah asiku sudah keluar, tetapi muncul masalah lain, pihak rumah sakit mengabarkan bahwa anakku alergi susu formula dan cenderung tidak mau minum susu. Pihak rumah sakit meminta kami segera mengirimkan asi.

Panik, pasti tapi orang tuaku berusaha menenangkanku, memberi makanan yang dipercaya melancarkan asi, dan jadilah kerjaanku di hari pertama dirumah cuma makan dan pumping, hehehe.. Akhirnya terkumpul setengah botol kaca hari itu, sekitar 40ml untuk dibawa kerumah sakit., begitu terus sampe akhirnya anakku diperbolehkan pulang di hari ke tiga. Tetapi masalah baru pun datang, ketika berusaha menyusui anakku, putingku pun lecet dan luka, perih tak terkira sampai aku merasa setiap jadwal menyusui adalah waktu yang menyiksa. Karena gak tahan sakit ditambah putingku sudah luka dua-duanya akhirnya aku kembali memompa asi dan memberikan ke anakku melalui dot, jadi aku memompa 2 jam sekali sesuai  jadwal menyusu anakku.

Kurang tidur, capek, pegal karena harus memompa setiap 2 jam sekali sepanjang hari membuatku berubah menjadi monster. Aku pernah memberikan bayiku ke mamaku agar aku bisa tidur disaat bayiku nangis, aku gak peduli, aku capek dan bayiku tak berhenti menangis. Pelan- pelan mama menasehatiku dan mengajarkan “cara menjadi seorang ibu”. Dua minggu dirumah akhirnya aku harus kembali ke kota tempatku bekerja, memulai rutinitas memompa untuk stok selama anakku kutinggal bekerja nanti. Aku rutin memompa asi setelah anakku menyusu dan akhirnya 30 botol terkumpul dan kini datanglah saatnya kembali bekerja. Diusia anakku yang ketiga bulan, masalah lain datang, tiba tiba bagian payudaraku sakit, aku memang tidak pumping selama 6 jam karena tadi ada rapat mendadak, sampai dirumah kucoba memompa payudaraku tapi yang ada malah putingku lecet dan payudaraku bengkak, memerah dan sekeras batu.

Aku  cuma bisa menangis saat mertuaku mengerok payudaraku yang bengkak itu. Mungkin karena penanganan awal yang tidak tepatlah akhirnya mastitis ini menjadi penyakit langgananku. Setidaknya seminggu dua kali aku pasti merasakan payudara yang bengkak, sekeras batu dan memerah. Tak jarang payudaraku mengeluarkan darah bahkan nanah ketika aku memijit dan mengompresnya disela tangisanku. Setiap mastitis menyerang aku selalu datang ke dokter kandungan langgananku dan mandapatkan obat demam plus pereda nyeri.

Dokter itu pun berulang kali menawarkan obat pengering asi agar payudaraku tak sakit lagi dan selalu kutolak. Akhirnya seorang kenalan dari grup Exlusive Pumping Mama Indonesia menyarankanku untuk ke rumah sakit swasta yang ada klinik laktasinya (Itu adalah klinik laktasi satu-satunya dikota kami) dan mastitis ini kualami sampai anakku berumur 15 bulan. Karena trauma dengan sakitnya mastitis, aku selalu mematuhi jadwal memompa asi yang kubuat sendiri, tak peduli dimanapun dan kapanpun. Lagi meeting, lagi pengawasan, lagi bertemu penguna jasa, di mobil, lagi melakukan pengawasan ke kandang ayam, kandang sapi, tak satupun kulewatku waktu memompaku, sampai rekan kerjaku sudah paham banget melihatku dengan gembolan cooler bag beserta perlengkapannya.

Bersyukur akhirnya aku berhasil, anakku sekarang sudah berumur 2 tahun 2 bulan dan sampai sekarang masih menyusu disaat aku di rumah, kami belum berhasil WWL (weaning with love), menyapih dengan cinta dan ini menjadi targetku selanjutnya setelah target menyusui ekslusif 6 bulan (gak bisa dikatakan ekslusif juga sih karena Althaf minum 20ml susu formula di awal kehidupannya, tapi aku tak peduli, toh ini juga karena alasan medis dan menurutku 20ml susu formula itu tak menggugurkan predikat asi ekslusif anakku), berhasil memberinya MPASI home made tanpa gula garam sampai anakku berusia setahun, dan berhasil memberikan asi selama 2 tahun. Sungguh anugrah Allah yang terbesar buatku. Ya kita berhasil nak. We are the great team..

Kisah inspiratif oleh :
Bunda Sandella Dewi