Postur Tubuh Bayi Yang Paling Direkomendasikan Ahli Saat Makan

 

Yuk! Yang sedang siap-siap mpasi atau sudah menjalankannya. Pasti moms pernah bertanya-tanya posisi bagaimanakah yang terbaik saat buah hati mpasi bukan? Dan benar tidak ya, high chair bermanfaat untuk bayi saat makan? Simak ulasan di bawah ini ya moms!

 

Kenali Kesiapan Bayi!

Tahu tidak moms, ternyata postur, posisi, dan fasilitas atau peran orangtua dapat memengaruhi keberhasilan pengenalan makanan padatnya?

Selama 6 bulan pertama kehidupan, menjelang rasa makanan pertama itu, bayi banyak berkembang dengan amat pesat. Namun, bayi masih belajar cara menggunakan, menggerakkan, dan memegang tubuhnya. Kegiatan ini bagi bayi membutuhkan banyak usaha.

Semakin banyak distraksi saat makan, semakin terganggu fokus dan bayi menikmati sesi makan.

Oleh karena itu, posisi postur tubuh bayi saat makan amat penting. Tidak hanya untuk kenyamanan saja, namun sangat penting untuk keamanannya karena resiko tersedak sangat tinggi pada bayi!

Dilansir dari situs One Handed Cook, posisi yang buruk saat makan dapat menyebabkan bayi merasa lelah selama waktu makan, tidak nyaman atau sakit, mengembangkan keterampilan makan yang buruk dan mengalami peningkatan risiko aspirasi (makanan atau cairan mengalir ke saluran napas alih-alih kerongkongan).

Jika anak-anak mengalami rasa sakit atau ketidaknyamanan selama waktu makan, mereka dapat mengembangkan asosiasi negatif dan mulai menunjukkan perilaku makan yang rewel pada waktu makan.

Situs ini juga mengemukakan alasan terbesar posisi makan perlu diperhatikan yaitu:

1. Memastikan stabilitas tubuh dan leher untuk menopang kepala serta memungkinkan pernapasan yang tepat

2. Kontrol kepala yang ditingkatkan memungkinkan stabilitas rahang yang lebih baik yang mengarah ke kontrol lidah dan stabilitas bibir

3. Memberikan keamanan dan kenyamanan

4. Mendorong peningkatan konsentrasi pada makan

5. Memungkinkan koordinasi tangan ke mulut yang lebih baik

6. Mencegah aspirasi makanan dan cairan ke dalam saluran udara

7. Melancarkan proses pencernaan dengan baik

7. Mengurangi kelelahan

8. Mendorong komunikasi dan rasa senang pada waktu makan

9. Mendorong penerimaan dan percobaan makanan baru.

 

Connie Clark, profesional terapi anak pada TEAM, menyebutkan posisi duduk adalah posisi terbaik saat makan makanan padat. Berbeda dengan posisi kepala lebih tinggi.

 

Kursi Makan Bayi atau High Chair

Situs Very Well Family merekomendasikan menggunakan high chair pada bayi bisa dilakukan setelah bayi dapat duduk tegak tanpa penyangga.

Walau bayi duduk mandiri dalam beberapa detik, secara perkembangan siap untuk duduk di kursi tinggi.

Bayi harus menunjukkan stabilitas dan kontrol yang cukup baik saat duduk, dengan hanya sedikit bergoyang.

Selain itu kesiapan leher dan kepala yang tegak merupakan elemen terpenting saat memulai duduk di kursi makan.

Situs ini juga menjelaskan 6 bulan adalah usia terbaik menggunakan kursi makan. Namun tetap harus memperhatikan tanda kesiapan dan perkembangan fisik bayi. Karena bayi bisa berbeda-beda perkembangannya, tidak ada salahnya menunggu untuk tidak menggunakan kursi makan sampai bayi benar-benar siap.

Situs ini juga menjelaskan 6 bulan adalah usia terbaik menggunakan kursi makan. Namun tetap harus memperhatikan tanda kesiapan dan perkembangan fisik bayi.

Karena bayi bisa berbeda-beda perkembangannya, tidak ada salahnya menunggu untuk tidak menggunakan kursi makan sampai bayi benar-benar siap.

My Little Eater menambahkan, posisi transisi duduk sangat makan sangat penting. Posisi ini maksudnya:

1. Bayi mampu mengangkat kepalanya dengan tegak dan stabil

2. Bayi dapat duduk pada sudut yang tepat di mana bokong dan panggulnya berada tepat di bawah pinggulnya

3. Bayi dapat menahan tubuhnya dengan tegak dan jalan napasnya tidak dibatasi

4. Bahu bayi diposisikan sedikit di depan pinggul

5. Lengan bayi tidak dibatasi dan bebas bergerak

6. Bayi dapat bersandar ke depan, dan berbelok sedikit ke kiri atau kanan tanpa batasan besar

7. Kaki bayi ditopang dengan foot rest atau pijakan untuk memaksimalkan posisi tubuh dan fokus bayi

Lalu apa hubungannya dengan leher tegak dan pola makan?

Ahli patologi wicara pada ChiKids Feeding, Catherine, menyebutkan
Keterampilan motorik kasar mengangkat kepala, leher, dan dada dengan mantap ini diperlukan agar bayi dapat melatih keterampilan motorik halusnya.

 

 

Seperti mengunyah, mengambil benda, menyendok dengan sendok, dan lainnya. Tanpa itu, itu akan sangat sulit!

“Stabilitas di pinggul sama dengan sukses di bibir!” jelas Catherine.

Gerakan independen rahang, bibir, dan lidah merupakan kunci mutlak untuk dapat belajar mengunyah dan memindahkan makanan di dalam mulut.

Hal tersebut hanya terjadi ketika bayi mengembangkan kekuatan untuk memegang kepala dan leher dan dada mereka terlebih dahulu. Atau stimulasi koordinasi mata dan tangan.

Ini adalah proses perkembangan yang berurutan, jadi menunggu satu terjadi agar yang lain terjadi, diperlukan. Terutama untuk makan.

Bayi akan mencapai keberhasilan makan dan menyeimbangkan postur tubuhnya dengan baik.

Yaitu kepala sejajar di atas bahu dan memiliki kekuatan inti untuk menjaga leher tetap tegak, kerongkongan terbuka yang artinya jalan napas bayi Anda juga terbuka.

Oleh karena itu, makanan dapat dengan mudah diarahkan ke pipa yang tepat (kerongkongan) bukan pada saluran pernafasan. Sehingga mengurangi risiko tersedak.

Sedangkan situs Mom Loves Best menerangkan

Jika bayi tidak dapat duduk tegak, maka mereka juga belum siap untuk memulai makanan padat.

Jalan napas mereka tidak akan sepenuhnya terbuka jika kepala dan bahu mereka jatuh ke samping.

Leher mereka tidak akan lurus, dan bayi akan mengalami kesulitan menggunakan otot-otot yang diperlukan untuk menggerakkan makanan di dalam mulutnya dan mengoordinasikan menelan.

Inilah alasan mengapa ahli tidak merekomendasikan kursi Bumbo atau booster seat sejenis untuk makan.

Karna bayi akan kesulitan tegak dan posisi duduk yang tidak baik dapat meningkatkan resiko tertutupnya jalur pernafasan bayi baik saat makan maupun tidak.

Berikut foto posisi bayi dengan kursi Bumbo.

Selain itu para ahli menyebutkan bahwa posisi pijakan kaki dapat mempengaruhi makan bayi.

Mirisnya, pijakan kaki bisa menjadi salah satu hambatan terbesar bayi saat makan yang menyebabkan gerakan tutup mulut atau GTM pada bayi dan balita.

Bayi makan jauh lebih baik dan jauh lebih nyaman ketika mereka memiliki sesuatu yang mendasari mereka untuk membantu memberi mereka stabilitas inti itu.

Bayi akan kesulitan berkonsentrasi pada aktivitas motorik halus (seperti makan) jika kaki hanya menggantung tanpa penyangga. Dan tentunya akan lebih sulit untuk mempertahankan postur dan kekuatan inti yang baik tanpa sesuatu untuk meletakkan kaki kecilnya.

Tanpa pijakan kaki, membutuhkan lebih banyak fokus untuk hanya duduk – apalagi harus berkonsentrasi mempelajari tugas baru, seperti makan.

Inilah sebab posisi gendong atau makan sambil berjalan sangat tidak dianjurkan.

 

Sudah baikkah posisi makan bayi kita?

 

(nyanya)

 

Sumber : berbagai sumber

Foto : google

Mengenal Feeding Rules Saat Mpasi Bantu Anak Bebas GTM 

 

 

Gerakan Tutup Mulut atau istilah kerennya, GTM, kerap jadi perbincangan yang tidak ada habisnya bagi ibu-ibu yang memiliki bayi dan balita. Hal ini ditakutkan dapat mempengaruhi tumbuh kembang bayi terutama pada asupan nutrisinya. Langkah apa yang perlu dilakukan saat GTM? Kita kupas bareng yuk!

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nutrisi dan Penyakit Metabolik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada tahun 2012, penyebab utama masalah makan pada anak adalah inappropriate feeding practice.

Lembaga tersebut berhasil melakukan mengidentifikasi secara komprehensif pada praktik pemberian makanan yang tidak benar inappropriate feeding practices pada bayi dan batita di Indonesia.

Dengan adanya kesalahan pada praktik memberikan makan pada bayi dan balita, nutrisi yang diterima dapat terhambat pada anak. Hal ini tentu saja berbahaya dikarenakan dapat menyebabkan stunting atau gagal tumbuh.

 

Feeding rules apa sih? 

 

Feeding rules adalah aturan dasar pemberian makan yang benar pada anak.

 

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyatakan cara mencegah anak susah makan atau GTM yaitu dengan melatih feeding rules pada anak.

Kebanyakan tradisi orangtua atau pengasuh cenderung memaksakan agar anak menghabiskan isi piringnya. Mindset yang tertanam adalah apapun caranya isi piring harus dihabiskan tanpa melihat kesesuaian porsi dan keadaan anak.

Cara-cara membujuk, memaksa atau mencekoki dan menawarkan banyak hal saat makan sangat mempengaruhi dan menganggu konsentrasi anak saat makan.

Terlebih bila orangtua memaksakan sampai memarahi, membiarkan bermain gadget atau menonton saat makan, mengajak makan diluar saat bermain atau berlari-lari dengan temannya, menawarkan makanan sebagai hadiah dan lain-lainnya.

Dan moms inilah yang kerap kali menjadi bumerang nantinya.

 

 

Sesuai dengan teori Bernard-Bonnin dalam jurnal Canadian Family Physician, praktik feeding rules mencakup 3 hal ini, yaitu:

 

Jadwal

– Jadwal makanan utama dan makanan selingan (snack) yang teratur

– Pemberian makan sebaiknya tidak >30 menit

– Jangan menawarkan camilan yang lain saat makan kecuali minum.

 

Lingkungan

– Lingkungan yang menyenangkan (tidak boleh ada paksaan untuk makan)

– Siapkan serbet untuk alas makan agar tidak berantakan

– Tidak ada distraksi (mainan, televisi, perangkat permainan elektronik) saat makan

– Jangan memberikan makanan sebagai hadiah.

 

Prosedur

– Berikan makanan dalam porsi kecil

– Berikan makanan utama dulu, baru diakhiri dengan minum

– Dorong anak untuk makan sendiri

– Bila anak menunjukkan tanda tidak mau makan (mengatupkan mulut, memalingkan kepala, menangis), tawarkan kembali makanan secara netral, yaitu tanpa membujuk ataupun memaksa

– Bila setelah 10-15 menit anak tetap tidak mau makan, akhiri proses makan

– Hanya boleh membersihkan mulut anak jika makan sudah selesai.

 

Agar penerapan metode ini berjalan dengan baik, kita dapat menggunakan jadwal makan yang direkomendasikan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia:

 

– 06.00-07.00: ASI sebanyak yang diinginkan bayi.

– 09.00-10.00: Puree buah, sebanyak 2-3 sendok makan.

– 12.00-12.30: ASI, sebanyak yang diinginkan bayi.

– 14.00-15.00: Puree buah, sebanyak 2-3 sendok makan.

– 17.30-18.00: ASI, sebanyak yang diinginkan bayi.

– 20.00-21.00: ASI, sebanyak yang diinginkan bayi.

 

Karena jadwal makan bayi bersifat personal, moms bisa mencari jadwal tepat sesuai dengan kenyamanan bayi.

Moms dapat bereksprerimen untuk menemukan waktu yang paling cocok untuk Si Kecil.

 

 

Metode 2-30-2 adalah salah satu konsep feeding rules yang paling banyak direkomendasikan oleh ahli.

Metode ini merupakan cara penjadwalan makan yang bertujuan untuk mengenalkan konsep lapar dan kenyang.

Penasaran caranya? Simak satu ini ya Moms!

1. 2 jam sebelum jam makan

Sebaiknya tidak mengkonsumsi apapun baik ASI, susu formula, Snack atau makanan bayi lainnya.

Boleh saja Moms memberikan air putih bila bayi haus, tapi tidak dalam jumlah banyak.

2. Maksimal durasi makan 30 menit

Saat memberikan si kecil makanan, usahakan agar si kecil menghabiskan makanannya dalam 30 menit.

Kalau anak terlihat rewel atau menolak dan menangis, baiknya hentikan makan walau makanan belum atau tidak habis sama sekali.

3. 2 jam setelah jam makan

Melakukan hal yang sama dengan dua jam sebelum makan, yaitu tidak menyusui dan makan.

Air putih bisa diberikan pada anak dengan jumlah sedikit.

Dengan mengenal konsep lapar pada feeding rules berdurasi 2.30.2, anak akan mudah memahami kebutuhan memenuhi perutnya dengan makanan.

Saat itulah anak akan tertarik saat melihat makanan dan membuka mulutnya.

 

(Nyanya)

Foto : Google

Webinar “MengASIhi Dengan Nyaman, Anakpun Sehat”

Hai Moms
MengASIhi si kecil dengan nyaman sampai tuntas dan melihat si kecil tumbuh sehat, pastinya adalah impian untuk setiap Moms😍

Nah penasaran gak sih, gimana caranya supaya nyaman mengASIhi si kecil sampai tuntas dan memberikan si kecil asupan terbaik untuk tumbuh kembangnya? Yuk, cari tahu tips dan triknya di webinar PURE @puremom.indonesia bersama EPING @eping.id dan dr. Ria Puspitasari, Sp. A, CIMI @eufo.ria dengan topic bahasan

MengASIhi Dengan Nyaman, Anakpun Sehat”

Minggu , 20 Februari 2022
Jam 13.00-15.00

Siapkan juga pertanyaan terbaik Moms yaahh, karena akan ada paket produk spesial untuk 5 audience terbaik lho😍

Catat link & tanggalnya dan jangan kelewat yahh Moms😊

bit.ly/PUREXEPING

Tongue Tie, Lip Tie dan Buccal Tie : Pengaruh Saat Menyusui dan Cara Mudah Mengeceknya

 

Bila bayi mama mengalami kesulitan pelekatan menyusui dengan baik. Coba mama lakukan cek sederhana pada lidah dan bibirnya.

Kenapa sih harus demikian? Bisa saja, karena bayi mama mengalami tongue tie, lip tie dan buccal tie.

Agar mama tidak salah mengenal permasalahan tersebut, kita pelajari bersama yuk.

Ketiganya merupakan salah satu permasalahan fisik bayi yang dapat mempengaruhi proses menyusui.

Tongue-tie (ankyloglossia) adalah kondisi saat lahir yang membatasi rentang gerak lidah, jelas situs Mayo Clinic.

Tongue tie disebabkan oleh frenulum atau pita daging tipis yang menempelkan lidah ke bagian bawah mulut (disebut frenulum lingual).

Stanley Smile menjelaskan, anak dengan tongue tie, frenum lingual-nya kurang berkembang. Di dalam rahim, potongan daging tersebut tidak pernah menipis. Ini yang membuat lidah tidak bisa bergerak dengan baik. Keadaan ini dapat mempengaruhi kesulitan makan dan berbicara mereka.

Lip Tie adalah potongan jaringan di belakang bibir atas dan disebut frenulum labial. Ketika membran ini terlalu tebal atau terlalu kaku, mereka dapat membuat bibir atas tidak bergerak bebas. Kondisi ini disebut dasi bibir atau lip tie.

Berbeda dengan tongue tie, riset mengenai lip tie sangat minim. Namun penanganannya diyakini sama seperti tongue tie.

Beberapa jenis lip tie dan tongue tie pada bayi bisa mempengaruhi cara menyusui. Terutama bila bayi mengalami salah satu atau kedua masalah tersebut. Dalam kasus tertentu keduanya menghambat kenaikan berat badan bayi.

Selain permasalahan tongue tie dan lip tie, kita juga wajib mengenal buccal tie.

Buccal tie merupakan frenulum bukal yang terdapat pada rahang menempel pipi. Umumnya masalah ini ditemui di atas. Namun, bisa juga ditemui di rahang bawah.

Ikatan bukal secara teoritis dapat mengganggu menyusui dan stabilisasi puting pada bayi (walaupun menurut situs Alabama Tongue Tie Centre, tidak ada penelitian berkualitas yang mendukung hal ini).

Buccal tie dapat menyebabkan resesi gusi pada orang dewasa, ketegangan yang berlebihan di sekitar mulut (lebih sulit untuk menggerakkan bibir), dan penyebab lesung pipit! Dengan lesung pipit, pipi tertarik ke dalam, karena frenulumnya sangat kencang.

 

 

Pengaruh Lip Tie, Tongue Tie dan Buccal Tie Saat Menyusui

Frenulum lingual yang ketat atau pendek (selaput yang menahan lidah ke dasar mulut) pada tongue tie, dapat membatasi mobilitas lidah. Ada hubungan antara langit-langit yang tinggi atau tidak biasa dan ikatan lidah, karena gerakan lidah yang terbatas dapat mempengaruhi bentuk langit-langit. La Leche League Internasional mengungkapkan masalah ini lebih umum terjadi pada laki-laki dibanding perempuan.

Organisasi inipun menyebutkan, tongue tie mempengaruhi gerakan lidah dengan derajat yang berbeda-beda. Semakin pendek dan ketat, semakin besar kemungkinan untuk mempengaruhi menyusui.

Beberapa bayi dengan tongue tie menyusu dengan baik sejak awal, yang lain melakukannya ketika posisi dan perlekatan ditingkatkan. Tongue tie umumnya membatasi gerakan lidah normal. Seorang bayi harus dapat menggerakkan lidahnya dengan bebas dan menjulurkannya ke atas gusi bawah dengan mulut terbuka lebar untuk dapat menyusui dengan baik. Sedangkan bayi tongue tie akan kesulitan menggerakkan lidahnya seperti bayi dengan lidah normal lainnya.

 

 

Penderita tongue tie umumnya mengalami puting susu yang lecet, transfer ASI buruk dan berat badan bayi yang rendah, dan kemungkinan saluran tersumbat atau mastitis karena pengeluaran ASI tidak efektif. (Australia Breastfeed Association)

National Health Service (NHS) United Kingdom mengemukakan, ankyloglossia (baik tongue tie anterior klasik atau restriksi submukosa) 3 dan frenulum labial superior yang diikat (lip tie atas) menyebabkan perubahan mekanisme penguncian dan penghisapan.

Proses menyusui adalah kompleks dan multifaktorial, dan disfungsi dapat menyebabkan tanda dan gejala yang beragam pada pasangan menyusui.

Kesulitan pelekatan dan mekanisme mengisap yang kurang optimal dapat mengakibatkan transfer ASI yang tidak efisien, penambahan berat badan yang buruk, suplai ASI yang sedikit, nyeri puting susu, dan trauma.

Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ) mengevaluasi kumpulan bukti yang ada mengenai frenotomi lingual dan frenektomi labial rahang atas, menyimpulkan bahwa kekuatan bukti berbasis hasil yang mendukung prosedur tersebut “umumnya rendah hingga tidak cukup.”

Kualitas penelitian yang tidak mencukupi sebagian besar karena kurangnya uji coba terkontrol secara acak. Penelitian sebelumnya telah meneliti dampak frenotomi lingual pada nyeri ibu, peningkatan kualitas perlekatan, dan perbaikan keluhan menyusui.

Beberapa spesialis menyusui telah mendokumentasikan peningkatan efikasi diri ibu, peningkatan efikasi diri ini merupakan prediktor yang mapan untuk melanjutkan menyusui.

Pada anak-anak dengan gejala refluks, perbaikan klinis telah disarankan setelah frenotomi. Karena sifat refluks bayi yang kompleks dan multifaktorial, dan karena kurangnya publikasi studi mencoba untuk menentukan korelasi antara tongue tie dan gejala refluks, penyelidikan lebih lanjut diperlukan.

 

Hisapan bayi dengan lip tie

 

Bayi yang memiliki tongue tie dan lip tie yang parah mungkin terus mengalami kesulitan makan saat gunakan sendok atau finger food, menurut American Speech –  Language Hearing Association (ASHA).

Lip tie tidak memiliki banyak komplikasi di kemudian hari. Beberapa dokter anak percaya bahwa lip tie yang tidak dirawat dapat menyebabkan kemungkinan kerusakan gigi yang lebih tinggi pada balita.

FirtsFoodforBaby menulis, buccal tie atau ikatan mukosa abnormal yang memanjang dari pipi ke gingiva, bisa mengganggu proses menyusui. Dalam beberapa situasi, ikatan bukal lebih lanjut dapat membatasi kemampuan bayi untuk mencapai pelekatan yang memadai untuk menyusui.

Seperti halnya ikatan bibir atas, ikatan bukal juga dapat menampung bakteri yang menyebabkan risiko gingivitis dan gigi berlubang. Ikatan ini pada akhirnya dapat berkontribusi pada resesi gusi.

 

 

Ciri dan Kapan Harus Mengecek Tongue Tie, Lip Tie dan Buccal Tie

Dalam situsnya Healthline, merekomendasikan orangtua untuk mencurigai adanya masalah ini bila bayi terlihat :

1. Berjuang untuk menempel pada payudara
2. Kesulitan bernafas saat menyusui
3. Membuat suara klik saat menyusui
4. Sering tertidur selama menyusui
5. Mudah kelelahan saat menyusui
6. Kenaikan berat badan yang lambat atau kurangnya penambahan berat badan
7. Sering kolik

Serta ciri yang mudah terlihat pada ibu seperti:

1. Sering nyeri selama atau setelah menyusui
2. Payudara yang terasa membesar bahkan setelah menyusui
3. Saluran susu tersumbat atau mastitis
4. Kelelahan karena menyusui terus-menerus dan bayi terlihat tidak kenyang

Sedangkan ASHA merilis pendapatnya, masalah ini dapat mempengaruhi pola makan bayi baik menyusui melalui payudara maupun botol. Yaitu:

1. Payudara

Perlengketan yang tidak memadai sehingga bayi harus melebarkan bibirnya untuk menciptakan hisapan yang cukup. Juga dapat menyegel di sekitar jaringan yang mencakup areola dan bukan hanya puting.

Sangat penting bahwa bayi mengambil jaringan payudara yang cukup untuk mengaktifkan refleks menyusu, merangsang reseptor sentuhan di bibir dan di rongga mulut posterior untuk mengekstrak cukup ASI tanpa melelahkan.

Ketika bayi menyusu lebih sedikit jaringan, rasa nyeri terjadi. Salah satu tandanya (tidak selalu ada) adalah adanya kalus (garis halus) di bibir atas bayi, tepat di garis tengah. Meskipun tidak selalu merupakan indikator masalah, biasanya terkait dengan lip tie atas.

2. Botol susu

Bentuk nipple botol dan dot baiknya dipilih dan disesuaikan untuk mengimbangi segel bibir yang buruk.

Agar proses menyusui tidak menyakitkan, buat bayi frustrasi, atau kenaikan berat badan yang buruk.

Situs ini juga menambahkan ciri khas bayi dengan masalah tersebut dapat terlihat pada:

1. Rasa kembung, mudah rewel kecerewetan karena kolik
2. Refluk atau gumoh berulang
3. Kelelahan mengakibatkan tertidur di payudara saat menyusui
4. Ketidaknyamanan bagi bayi dan ibu, sehingga menyusui menjadi lebih singkat
5. Perlu lebih sering menyusui sepanjang waktu
5. Koordinasi pola menghisap, menelan, bernafas yang buruk
6. Ketidakmampuan untuk mengambil dot, seperti yang direkomendasikan oleh American Academy of Pediatrics.

Permasalahan saat Mpasi dengan sendok :

1. Ketidakmampuan untuk membersihkan sendok dengan bibir atas
2. Asupan kalori yang tidak memadai karena inefisiensi dan kelelahan
3. Sensitivitas oral taktil sekunder terhadap stimulasi terbatas jaringan gusi yang tersembunyi di bawah dasi
4. Pembatasan bibir dapat mempengaruhi pola menelan dan menyebabkan gerakan motorik kompensasi yang dapat menyebabkan komplikasi tambahan

Permasalahan Mpasi dengan tangan :

1. Ketidakmampuan untuk memanipulasi makanan dengan bibir atas untuk menggigit, mengunyah dan menelan
2. Kemungkinan berkembang menjadi l, ragu-ragu atau selektif makan karena makan makanan tertentu itu menantang untuk dimakan
3. Pembatasan bibir dapat mempengaruhi pola menelan dan menggunakan strategi kompensasi (misalnya mengisap pipi untuk mendorong makanan ke posterior untuk ditelan) yang dapat menyebabkan komplikasi tambahan

Masalah Gigi dan Mulut:

1. Kerusakan gigi dini pada gigi atas di mana sisa susu dan makanan sering terperangkap
2. Kesenjangan yang signifikan antara gigi depan (lip tie)
3. Penyakit periodontal di masa dewasa
4. Kemungkinan perubahan gigi dengan metode kompensasi tertentu untuk mendorong bolus posterior untuk menelan, seperti mengisap jari.

 

Penanganan Tongue Tie, Lip Tie dan Buccal Tie

Dokter gigi Lawrence A. Kotlow, telah menciptakan sistem klasifikasi mengidentifikasi, menjelaskan, dan mempertimbangkan kebutuhan perawatan dengan lebih baik.

 

Dalam klasifikasi ini tidak semua level perlu dilakukan prosedur operasi.

Perawatan yang dilakukan untuk masalah lip tie dan tongue tie dapat menggunakan dua cara yaitu:

1. Frenotomi

Frenektomi adalah prosedur yang dilakukan untuk memotong jaringan tipis penghubung lidah ke dasar mulut atau gusi bagian atas mulut.

Ahli bedah akan melakukan frenotomi untuk meningkatkan pergerakan lidah.

2. Frenuplasti

Pada masalah ini, frenuloplasti merupakan prosedur memotong atau membuang frenulum bayi. Setelah itu, luka bekas operasi akan ditutup dengan jahitan.

Prosedur frenuloplasti dilakukan setelah bayi dibius. Operasi ini bisa dilakukan jika frenulum tebal dan memiliki banyak pembuluh darah.

Sedangkan untuk buccal tie, perlu penanganan ahli dikarenakan sifatnya yang tinggi resiko pendarahan. Buccal tie bisa tumbuh kembali bila setelah penanganan tidak melakukan perawatan yang rutin. Oleh karena itu pengawasan ahli sangat perlu.

Untuk masalah tongue tie pada kasus tertentu bisa mempengaruhi cara dan masalah komunikasi anak. Untuk itu perlu dipertimbangkan untuk konsultasi pada dokter tumbuh kembang dan terapi wicara.

 

(Nyanya)

 

Artikel : Berbagai Sumber

Foto : Google

Continue reading →

Perjuanganku Melawan Postpartum Depresi

 

Ini kisahku.

 

Namaku Mom A. Aku ibu baru yang menantikan buah hati pertama kami yang pertama.

Rasanya tidak sabar bisa menimang anakku nanti. Baju-baju yang sudah ku tata rapih, perlengkapan yang kupilih sendiri dan pernak-pernik yang aku yakin membuat bayiku sangat cantik.

Akhirnya bayi mungil yang ku nanti lahir. Bayiku lahir sehat, cantik persis seperti yang ku bayangkan. Namun, kelahiran baby X membuatku merasa sesuatu yang salah. Ada perasaan berubah, hal yang menurutku tidak nyaman dan aku merasa seperti bukan bagian dari diriku lagi.

 

Aku sering bertanya-tanya aku menyayanginya namun aku kesulitan saat dekat dengannya.

 

Tiga hari pertama aku mulai tidak menyukai keberadaan bayiku. Awalnya keluhanku karena lelah, terlalu capek dan aneh dengan perubahan yang cepat ini. Aku merasa canggung dan terbelenggu karna makhluk kecil yang menjadi prioritas utama kami.

Perubahan drastis ini memacu hidupku. Membanting emosiku, tenagaku.

Kurang pahamnya diriku pada edukasi menyusui buat putingku lecet di awal menyusui. Jujur, aku semakin tidak menyukai situasi ini!

 

Aku dan suami buta dalam merawat bayi. Kami berdua kebingungan, akupun diserang baby blues.

Walau semangatku naik turun, aku berusaha sendirian merawat bayiku ditengah kegundahanku. Pedih hatiku.

Saat itu aku benar-benar butuh bantuan, butuh didampingi merawat bayiku. Nyatanya, aku harus berjuang sendirian. Aku sering teriak dalam hati mengutuk hari-hariku. Aku merasa ibu yang tidak becus merawat anak.

ASI-ku hanya setetes, walau maksimal berupaya. Kuputuskan menyusui direct breastfeed (dbf) selang-seling dengan ASIP.

Aku merasa beruntung suamiku sabar menemaniku. Tapi, dukungan ini belum mengisi kekosonganku. Aku benar-benar penat dan sangat butuh waktu sendiri bahkan hanya untuk sekedar mandi! Dimana me time untukku?!

 

Sehabis lahiran aku tinggal dengan Ibuku. Kebiasaan adat dan tradisi disini kental sekali. Kami masih berpegang adat leluhur kami seperti harus sudah rapih jali di pagi hari, sudah minum jamu, pakai lulur, anak harus sudah mandi, dan lainnya.

Terdengarnya mudah, tapi aku tidak bisa melakukannya. Ibuku tidak membantuku seperti keinginanku sebelum melahirkan.

Suatu ketika bayiku menangis, aku baru saja makan setelah sulitnya aku lepas dari bayiku. Bukannya menolong, Ibuku hanya melirik. Botol ASIP yang sudah kusiapkan disampingnyapun tidak sama sekali diambil.

Perasaan dan hantaman psikologi bertubi-tubi semakin membuatku meronta. Lalu berat hati kuputuskan menjadi mama eping bayiku.

 

Walau suamiku mendukung, komentar sekitarku selalu menyakiti hatiku. Aku mengalami mom shaming yang membuatku semakin terpuruk. Anak akupun ikut di bullying. Hari-hari kelam ini aku lalui, tanpa mengetahui aku baby blues.

Aku kosong, seperti jiwaku hilang entah kemana, aku tidak lapar, tidak kenal apa itu lelah walau fisikku remuk. Mood swing yang ekstrim, setiap menit menangis tiba-tiba.

Harapan aku dimanjakan, dibantu, diayomi Ibuku pupus sudah. Ibuku tidak pernah memperdulikan diriku.

 

Suami pun mulai sadar ada yang tidak beres denganku. Curiga padaku yang lebih sering order makanan di luar. Ia kecewa karna ia meninggalkan uang pada ibuku dengan harapan membuatkanku makanan.

Gerak gerik ku yang terlihat tidak terurus membuatnya khawatir. Ia memperhatikan keadaan dirumah ini diam-diam.

Awalnya aku hire bidan untuk membantuku memandikan bayi sebelum puput pusar. Harapanku setelah puput, ibuku membantuku. Bukannya dukungan yang menyemangatiku, aku hanya mendapatkan raut wajah kesalnya.

Aku tambah down bagaimana cara memandikan bayi?! Lukaku belum pulih, aku masih kesakitan bergerak, namun aku harus melalui sendiri.

Karena belum mahir, bayiku sering ruam dibagian leher yang sulit kujangkau saat mandi. Aku menangis sejadi-jadinya menyalahkan kebodohanku.

Aku sering ditinggal sendirian di rumah hanya berdua dengan bayi saya! Kesal sekali rasanya!

 

Suamiku makin khawatir dengan keadaanku. Makanku tidak teratur, aku yang sering ditinggal hanya berdua dengan bayiku dirumah, aku tidak pernah dibantu ibuku, dan lainnya. Akhirnya, ia mencoba membujukku untuk sewa pengasuh atau tinggal dirumahnya, dirumah mertuaku. Namun kutolak halus tawarannya.

Suatu hari aku cekcok dengan Ibuku. Pertengkaran ini membuatku sakit hati, akupun diusir ibuku.

Dengan rasa kecewa, sedih, kesal, marah yang bercampur aduk aku menangis kedalam kamar.

Aku minta tinggal dirumah mertua saat itu juga kepada suamiku, yang kebetulan sedang menjaga anakku di kamar.

 

Pola makanku mulai membaik di rumah mertua, tapi aku tetap sendirian mengasuh bayiku. Karena ada cucu lain yang dititipkan setiap hari disini.

Merawat sendirian membuatku sampai posesif dan overprotektif pada bayiku. Aku tidak suka bila ada yang menyentuh selain ayahnya.

Saat bayiku usia 2 bulan, baby blues makin menjadi. Setiap mandi aku menangis. Salah satu pemicunya karna aku yang selalu memendam masalahku sendiri.

Aku mulai menyakiti diri sendiri dengan membenturkan kepala ke dinding, mencubit diri sendiri, memukulkan sesuatu ke badan sampai lebam. Bahkan aku berfikir untuk menyakiti bayiku!

Setiap bayiku menangis, selalu ada yang berbisik dikepala. Aku diminta untuk menutup wajahnya dengan bantal. Atau membantingnya ke lantai, atau menusuk badannya dengan gunting saat aku sedang pegang gunting di tanganku.

 

Aku beberapa kali menutup wajahnya dengan bantal. aku diamkan bantal itu beberapa detik lalu aku kaget dan sadar. Aku menangis kencang menggendongnya dan meminta maaf.

 

Aku merasa ini salah! Aku benar-benar butuh bantuan! Aku konsultasi kepada sahabatku yang kebetulan psikolog. Kemudian ia memvonisku Postpartum depresi dan menyarankan menemui psikiater segera.

Baby blues tetap terjadi pada diriku. Aku menyayangi bayiku tapi tidak nyaman dengan keberadaannya.

 

Saat usianya 5 bulan, aku habis beradu argumen dengan suamiku. Bayiku berusaha menggapai tanganku minta digendong. Aku hanya diam saja tidak melakukan apapun. Ketika ia berhasil memegang jariku, aku tepis tangannya.

Tangisannya pecah, ia menjerit tidak berhenti. Ia mengamuk saat itu. Aku lekas sadar menggendongnya dan meminta maaf padanya.

 

Semenjak itu, kehadiranku tidak berarti padanya. Ia lebih nyaman dengan kakek neneknya. Bayiku tidak pernah menangisiku ketika aku tinggal pergi. Ia trauma akan diriku, ibu yang seharusnya merawatnya sepenuh hati.

 

Aku berpikir tidak bisa seperti ini terus-menerus. Perlahan aku mulai terbuka dengan suamiku. Aku mulai sering pillow talk bersamanya. Aku sering memandang wajahnya yang penuh harapan.

Kami sering berbicara saat mood kami bagus. Membahas apapun walau sifatnya sensitif sekali, seperti orangtua kami.

Aku mulai mendamaikan diri bahwa tidak semua bisa dilakukan sendiri. Aku mulai luangkan waktu untuk me time.

Yang pasti ketika aku lelah, jenuh, mengantuk aku titipkan bayiku pada mertuaku.

Kamipun mulai rutin keluar berdua tanpa bayiku. Aku pernah bertanya perasaannya ketika pergi tanpa bayi kami. Jawabannya membuatku terenyuh dan makin menyayanginya, “it’s okay, kamu juga butuh melepas penat” kalimat ini membuat semangatku kembali penuh. Aku beruntung memilikinya di sampingku.

 

Walau sulit, aku mulai memperbaiki dan sering bermain dengan bayiku. Aku rajin menatap wajahnya. Aku berpikir bagaimana bisa aku menyakiti anak sekecil ini? Anak yang ku tunggu selama bertahun-tahun.

Berangsur bayiku Mulai dekat denganku. Mulai menangisi kepergianku. Mulai mencari ku. Aku bahagia, sangat amat bahagia dengan perubahan ini.

 

Aku akan menjadi ibu terbaik bagi anakku!

 

Untukmu baby X, bayi tercantikku.

 

(Nyanya)

 

foto : berbagai sumber

Benarkah Sering USG Berbahaya?

 

Apakah benar sering USG saat hamil berbahaya bagi janin?

 

Banyak sekali moms‎ yang bertanya-tanya apakah USG berbahaya dilakukan saat hamil. Namun, apakah benar USG bisa berbahaya bahkan menyebabkan keguguran saat hamil?

Kita pelajari bareng yuk moms!.

 

Sebenarnya, apa sih USG itu?

Cleaveland Medical Center, dalam situsnya menyebutkan USG merupakan ultrasonografi, atau ultrasound, gelombang suara frekuensi tinggi dikirim melalui perut oleh alat yang disebut transduser.

Gelombang suara ini melalui proses rekam dan diubah menjadi sebuah tampilan video atau gambar fotografi bayi.

Situs ini menambahkan manfaat USG lainnya yaitu untuk menunjukkan gambar kantung ketuban, plasenta, dan ovarium.

Idenya berasal dari teknologi sonar, yang memanfaatkan gelombang suara untuk mendeteksi objek bawah air.

Dengan demikian, moms tidak perlu khawatir. Karena sampai saat ini belum ditemukan korelasi penggunaan USG pada tuli pada bayi ketika lahir.

Menurut American Speech-Language-Hearing Association (ASHA), gangguan pendengaran adalah cacat lahir yang paling umum pada bayi baru lahir.

Keadaan ini diakibatkan oleh tabrakan Genetik, komplikasi pada masa kehamilan salah satunya infeksi virus
cytomegalovirus (CMV), dan kelahiran prematur.

verywellfamilly dalam tulisannya berpendapat bahwa USG dapat memberikan informasi penting kepada dokter tentang usia kehamilan dan kehidupan janin selama kehamilan.

Menurut situs tersebut, ultrasonografi merupakan cara yang sangat akurat untuk menentukan usia kehamilan.

Pada kehamilan normal, ultrasound dapat memberikan perkiraan usia kehamilan hingga akurasi lima hingga tujuh hari.

Dengan USG ketika seorang wanita mengalami gejala keguguran, dokter bisa menentukan apakah kehamilan itu masih dapat dipertahankan atau tidak.

Pendapat yang mengemukakan USG mengandung radiasi yang membahayakan bagi janin adalah tidak benar. Karena bersifat gelombang suara, bukan radiasi seperti X-ray USG direkomendasikan sebagai alat deteksi aman untuk ibu hamil dan bayi yang dikandungnya.

 

Jenis dan Perbedaan USG

Ada beberapa jenis USG yang dapat digunakan selama kehamilan yang disesuaikan kebutuhan masing-masing ibu hamil. Yaitu:

1. USG 2D

USG standar atau USG 2 dimensi merupakan yang paling umum dilakukan pada tes kehamilan.

USG ini berbentuk transduser yang diletakan pada perut untuk hasilkan gambar 2 dimensi kandungan moms, untuk mengukur usia, ukuran janin dan kondisi ketuban.

Walau sering disepelekan dan dianggap tidak sebaik 3D dan 4D, USG 2 dimensi dapat mendeteksi kelainan fisik bayi, dengan tingkat akurasi mencapai 80%.

2. USG Transvaginal

USG jenis ini merupakan teknologi ultrasound yang dapat mendeteksi kehamilan atau janin yang sangat kecil atau letaknya sulit agar terlihat lebih baik. Biasanya digunakan pada awal-awal kehamilan.

USG jenis ini sangat membantu untuk ibu obesitas untuk mengetahui dengan jelas detak jantung bayi dalam rahim.

Transvaginal juga dinilai mampu menilai adanya masalah pada rahim. Khususnya perubahan leher rahim yang berpotensi komplikasi kehamilan yang memicu keguguran atau prematur.

Situs Halodoc menambahkan, USG transvaginal lebih ditujukan untuk memeriksa organ reproduksi wanita, baik sebelum atau selama masa kehamilan.

Pemeriksaan dengan USG ini di luar masa kehamilan berguna untuk mendeteksi adanya pertumbuhan kista atau tumor pada ovarium, perdarahan pada Miss V, atau nyeri panggul yang tidak normal.

Namun, jenis USG ini hanya bersifat pelengkap bukan USG utama.

3. Advance Ultrasound

Pemeriksaan USG lanjutan / diagnosis Janin.

Ultrasonografi Anatomi Terperinci adalah jenis ultrasound khusus untuk menilai kelainan struktural/anatomi janin dan perkembangannya. Pemeriksaan ini dilakukan pada pusat perinatal oleh spesialis pemindaian ultrasound.

USG ini dikenal juga sebagai fetomaternal, karena dilakukan oleh spesialis fetomaternal. Sub spesialisasi yang berfokus pada deteksi dan mendignosis kelainan pada fetal (janin) dan maternal (ibu).

Pemeriksaan fetomaternal disarankankan untuk dilakukan pada kehamilan yang memiliki risiko tinggi seperti adanya kelainan jantung, diabetes, keguguran berulang yang tidak diketahui sebabnya, penyakit asma, paru, lupus, atau thalasemia.

4. USG 3D

USG 3D mampu mendeteksi pertumbuhan janin lebih baik dari 2D hingga bagian organ dalam. Karna gambarnya yang lebih jelas dan terlihat utuh dalam bentuk 3D.

Jenis USG ini bisa mengetahui terjadinya lilitan tali pusar hingga mendeteksi kondisi tulang janin yang bengkok.

USG ini dipercaya sebagai salah satu upaya yang dilakukan sebagai pencegahan dini masalah pada kehamilan baik ibu hamil maupun janin yang dikandung.

5. USG 4D

USG 4D atau real time merupakan teknologi canggih dimana gambar yang ditampilkan berupa 3 dimensi dan bergerak.

Moms bisa memperoleh video gerakan janin, ekspresi wajah janin dan keadaan janin. Oh ya, agar hasil maksimal disarankan pemeriksaan USG 4D dilakukan ketika struktur organ janin sudah terbentuk atau setelah usia kehamilan mencapai 26 minggu.

Dengan begitu, hasil yang didapatkan akan sesuai dengan harapan karena bagian tubuh janin moms bisa lebih terlihat dengan baik.

6. Doppler Imaging

Berbeda dengan doppler yang digunakan oleh bidan, Jenis USG ini bertujuan untuk mengukur seberapa baik darah yang mengalir di dalam tubuh bayi Moms.

USG ini disarankan bagi Moms yang memiliki tekanan darah tinggi atau pertumbuhan bayi dalam janin menjadi lebih lambat dari biasanya.

Dengan melakukan doppler image, dokter dapat memperkirakan kondisi aliran darah melalui tali pusat dan area tubuh janin lainnya, seperti otak dan jantung.

USG doppler dapat membantu memastikan apakah janin mendapatkan oksigen dan nutrisi yang cukup melalui plasenta atau tidak.

 

Apakah USG benar-benar aman untuk janin?

Pakar dan ahli sepakat untuk saat ini tidak ditemukan masalah pada kandungan maupun bayi setelah dilahirkan akibat multiple USG atau USG yang dilakukan berkali-kali.

Hal ini didukung oleh beberapa hasil penelitian antara lain:

Situs Webmd menjelaskan melakukan beberapa pemeriksaan ultrasound selama kehamilan tidak mungkin menyebabkan kerusakan jangka panjang pada janin yang sedang berkembang.

Situs ini menyimpulkan, menurut sebuah studi baru menegaskan keamanan jangka panjang dari prosedur yang umum digunakan. Studi lanjutan ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jangka panjang dalam pertumbuhan dan perkembangan anak-anak yang terlibat dalam studi awal (selama 10 tahun studi berjalan).

Peneliti mengatakan hasil ini harus memberikan jaminan bahwa beberapa USG prenatal tidak memiliki efek negatif pada pertumbuhan atau perkembangan janin.

Ultrasonografi aman untuk ibu dan bayi jika dilakukan oleh dokter. Karena ultrasound menggunakan gelombang suara daripada radiasi, ini lebih aman daripada sinar-X. Medis telah menggunakan USG selama lebih dari 30 tahun, dan mereka belum menemukan risiko berbahaya. Jelas situs March of Dime.

“Keamanan ultrasound telah ditetapkan dengan baik,” kata Dr. Allison Hill, OB-GYN and author of Your Pregnancy, Your Way, kepada Romper dalam sebuah wawancara email.

“Sebuah tinjauan terhadap lebih dari 50 penelitian medis menunjukkan bahwa ultrasound tidak menimbulkan bahaya bagi ibu atau janin. Mereka tidak menyebabkan cacat lahir, masalah perkembangan atau intelektual masa kanak-kanak, atau kanker,” ungkap situs Ccrmivf.

Dokter Hills menambahkan memang benar adanya USG dapat meningkatkan resiko panas 1,5 derajat dari sebelumnya. Namun, bila USG tersebut dilakukan nonstop selama 4 jam. Sehingga melakukan berkali-kali dengan durasi singkat saat konsultasi dengan dokter tidak ada pengaruh resiko panas sama sekali dikarenakan durasinya pendek.

WHO menguatkan argumen para ahli dengan pengumpulan data pada pencarian elektronik yang dilakukan telah berhasil mengidentifikasi 6716 kutipan, dan 19 diidentifikasi dari sumber sekunder. Sebanyak 61 publikasi melaporkan data dari 41 studi yang berbeda dimasukkan: 16 uji coba terkontrol, 13 kohort dan 12 studi kasus-kontrol.

Ultrasonografi pada kehamilan tidak terkait dengan hasil ibu atau perinatal yang merugikan, gangguan perkembangan fisik atau neurologis, peningkatan risiko keganasan pada masa kanak-kanak, kinerja intelektual di bawah normal atau penyakit mental.

Menurut uji klinis yang tersedia, ada hubungan yang lemah antara paparan ultrasonografi dan tidak kidal pada anak laki-laki (rasio odds 1,26; 95% CI, 1,03-1,54).

Pada penelitian dan pencarian yang dilakukan WHO seluruhnya diatas, kesimpulannya,
menurut bukti yang ada, paparan ultrasonografi diagnostik selama kehamilan aman sesuai yang tertulis pada situs WHO tahun 2009.

Baby center UK menegaskan, studi tidak menemukan hubungan antara USG dan berat lahir, kanker masa kanak-kanak, disleksia, atau masalah dengan penglihatan atau pendengaran.

Dikarenakan efek buruk USG tidak ditemukan kebenarannya, Moms tidak perlu khawatir lagi untuk melakukan USG saat memeriksa kandungan ya.

 

(Nyanya)

 

Sumber : berbagai sumber

Foto : berbagai sumber