Wahai Ibu, Kemudahan Menyusui itu Adalah Ujian

Wahai Ibu, Kemudahan Menyusui itu Adalah Ujian

Namaku Dwi Septiani, seorang ibu berusia 26 tahun yang telah dikarunia seorang anak perempuan yang kini usianya hampir 2 tahun. Sebelum memiliki anak, aku adalah pegawai di sebuah badan milik pemerintah. Saat itu, aku harus menjalani long distance marriage Jambi-Lampung dengan suamiku. Tak ada yang istimewa dalam kisahku. Aku menjalani proses kehamilan yang diidam-idamkan setiap ibu. Sebuah kehamilan tanpa rasa mual dan muntah berlebihan yang sering diistilahkan ‘hamil kebo’. Di usia kehamilan 6 bulan saat itu, ASI untuk calon buah hatiku sudah nampak keluar. Kebahagiaan bertambah saat aku diizinkan Tuhan untuk melahirkan secara normal dan mendapati anakku dalam kondisi normal pula tanpa indikasi medis. Aku mendapatkan kesempatan untuk Inisiasi Menyusu Dini dan berhasil melalui proses menyusui yang hampir tanpa drama. ASI langsung keluar pada hari pertama, tidak ada lecet puting dan tidak ada kebingungan saat menentukan posisi menyusui yang nyaman. Semua kemudahan itu terjadi begitu saja, atas izin Allah.

Tiga bulan setelah melahirkan, aku memutuskan untuk resign. Dan lagi-lagi kemudahan Tuhan menyapaku. Keluarga kecil kami tinggal di sebuah rumah sederhana yang memungkinkan aku membesarkan anakku tanpa ‘campur tangan orang lain’. Aku bebas menyusui anakku sepanjang hari, tanpa perlu merasa sungkan. Dan aku memutuskan secara mandiri apa saja yang ingin kulakukan, dengan menepis semua mitos tentang menyusui yang masih dianut oleh sebagian keluarga besarku. Kemudahan demi kemudahan dalam proses menyusui Tuhan takdirkan dalam hidupku. Sampai kemudian aku tersadar, begitulah cara Tuhan memberikan ujian kepadaku..

Wahai Ibu, seandainya engkau tau. Bahwa Tuhan tidak hanya memberikan ujian berupa kesulitan. Tapi juga ujian kemudahan yang justru seringkali lebih melenakan. Wahai Ibu, seberapa besar kesombongan itu menguasai jiwamu saat kau dianggap lebih berhasil memberikan segala yang terbaik dalam pandangan manusia kebanyakan. Wahai Ibu, seberapa jumawa dirimu yang merasa telah melakukan pengorbanan lebih besar dari mereka yang lain. Wahai Ibu, berapa kali lintasan batinmu memandang rendah pada ibu-ibu lain, yang sama-sama berusaha memberikan cairan kehidupan terbaik untuk bayinya dengan cara yang berbeda. Wahai Ibu, berapa banyak kalimat cacian dan kata-kata kasar yang kau keluarkan dari mulut dan jempolmu saat kau berusaha mengingatkan yang lain, padahal kau bisa memilih jalan yang lebih baik. Wahai Ibu, terlalu seringkah engkau mengukur pilihan orang lain dengan kacamata pandang yang harus sama denganmu? Dan terlalu seringkah engkau mengharuskan orang lain berjalan dalam sepatu yang sama, padahal kondisi setiap kita adalah berbeda.

Wahai Ibu, sesungguhnya kemudahan itu pun adalah ujian. Dan dalam setiap ujian yang menimpa manusia akan selalu ada kebaikan. Jika hari ini engkau sedang diuji dengan berbagai cobaan dalam ikhtiarmu untuk memberikan cairan kehidupan terbaik bagi buah hatimu, bersabarlah. Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Dan untukmu wahai Ibu yang diuji dengan kemudahan, bersyukurlah. Kita tak pernah tahu apa yang telah Tuhan takdirkan di depan sana. Termasuk saat kuasa Tuhan membalikkan semua keadaan. Semoga kemudahan yang kau peroleh saat ini semakin mendewasakanmu dan semakin memuliakanmu, bukan malah menghinakanmu.

Kisah inspiratif oleh :
Bunda Dwi Septiani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *