Bona Cakra Buana, begitu namanya. Opa nya yang kasih nama. Lahir tanggal 18 Juni 2015 di Jakarta. Ternyataa.. pada prakteknya menyusui itu bukan hal yang mudah. Benar-benar menguras energi dan perasaan. Menyusui itu susah pada saat itu. Entah mulut bayi yang kekecilan atau posisi yang belum bisa. Pokoknya susah banget. Jadi setiap mau menyusui, selalu panggil suster, minta dibantu pegang tubuh Sona, ganti-gantian dengan mamah. Selama di RS mamah ikut nginep juga. Di hari ketiga di RS, Sona diperiksa oleh dokter anak, dan cek darah, hasilnya bilirubinnya agak tinggi disebabkan karena perbedaan golongan darah antara ibu dan bayi. Aku B dan Sona O. Jadinya Sona disarankan untuk phototheraphy selama semalam. Di saat itulah aku mulai dipaksa untuk pumping ASI pertama kalinya.
Drama menyusui pun masih berlanjut, menyusui masih susah sekali. Sona udah nangis-nangis karena haus, sedangkan aku nya yang belum menyusui. Bukan karena ASI nya yang nggak ada, tapi proses menyusui nya yang belum bisa. Jadinya di minggu kedua setelah melahirkan aku sudah rajin pumping, sekalian mengumpulkan stok di freezer. Tiga mingguan kira-kira barulah aku bisa menyusui dengan lancar. Menikmati setiap waktu dengan bayi kecil. Pengalaman pertamambanyak cerita. Sempat baby blues saat belum bisa menyusui, tapi aku bersyukur ada mamah yang banyak membantu mengurus Sona. Oh iya aku dan Sona tinggal di Purwakarta di rumah mama, sementara aku nekerja di Jakarta.
Rasanya membayangkan jarak aja udah cape duluan. Start dari rumah ke kantor itu kurang lebih 92 kilometer, berarti bolak balik kurang lebihnya 184 kilometer. Fyuuhh.. Bismillah aja. Mudah-mudahan aku kuat. ASI lancar jangan sampai seret. Sebulan terkahir cuti melahirkan berakhir, Sona udah mulai diajariminum ASI pakai media selain dot. Karena dari yang aku baca, penggunaan dot dapat menyebabkan bayi bingung puting dan akibatnya nggak mau lagi menyusu ke puting ibunya, dan aku gamau kalau sampai itu terjadi.
Aku pengen menyusui Sona sampai 2 tahun.Mulai cup feeder, pipet, sendok, gelas, spuit, udah dicoba oleh omanya. Bisa untuk beberapa tetes ASI, berakhir dengan tangisan karena mungkin nggak nyaman. Berkali-kali dicoba tetap berkahir dengan tangisan, mungkin lebih enak menyusu langsung. Sampai pada akhirnya dua minggu sebelum cuti berakhir, mamah coba memberikan asi perah menggunakan dot. Dalam hati kecil rasanya nggak rela, nggak mau kalau sampai pakai dot. Aku takut Sona jadi bingung puting. Belajar pakai dot juga nggak langsung bisa, beberapa hari adaptasi sampai akhirnya bisa. Dengan berat hati aku ikhlaskan kenyataan itu. Pakai dot.
Setiap pulang dari kantor, rutin aku langsung menyusui langsung Sona, jangan sampai Sona lupa akan puting bundanya. Sepanjang malam aku susui langsung, menggunakan dot hanya selama aku berada diluar rumah aja. Kalau lagi menyusui selalu aku rutinkan untuk bicara pada Sona, walaupun masih bayi belum mengerti tapi bayi bisa mendengar apa yang bundanya ucapkan. ‘Sona.. maafin bunda ya.. Ona kalau siang baik-baik sama Oma, mimi
pakai dot ga apa-apa ya, tapi kalo bunda di rumah, mimi langsung ke bunda.. bunda pengen nyusuin ona ngasih ona ASI sampai dua tahun.. bunda yakin kita bisa.. please jangan bingung puting.. bunda sayang ona..’.
Menyusuijarak jauh melahirkan cerita banyak setiap harinya. Setiap hari yangdibawa selain ransel yaitu coolbox atau coolbag isinya ice gel dan botol- botol ASI. Selalu kelihatan rempong apalagi kalau bawa coolbox. Kadang disangka orang lagi jualan makanan, padahal bawa ASI. Sering sekali di kendaraan umum aku sambil mengedukASI apabila ada
yang bertanya mengenai asi perah. Panas, gerimis, hujan, bukan halangan untuk pulang ke rumah. Semalam apapun aku pulang. Dengan tujuan, bisa menyusui langsung Sona di malam hari.Pertanyaan demi pertanyaan yang sama sering terlontar kepada diriku, ‘apa ga cape pp jakarta tiap hari dari purwakarta?’, ‘kenapa ga ngekos aja di jakarta?’, ‘kenapa anaknya ga dibawa aja titip di daycare atau baby sitter?’, ‘kenapa mamahnya ga dibawa aja ke jakarta?’.
Dan kenapa kenapa yang lainnya hampir semua sama pertanyaannya. Semuanya aku jawab dengan jujur apa adanya, biasanya mereka manggut-manggut, mencoba memahami. Bahwa, nggak semua orang bisa berhenti kerja, nggak semua orang bisa menitipkan anaknya di orang lain selain orang tua sendiri (dalam hal ini, oma dan opa nya Sona yang nggak ngasih), nggak semua orang bisa egois mamahnya ikut anaknya sedangkan masih ada papah yang harus diurus juga di Purwakarta, dan berbagai alasan-alasan lainnya. Jadi dalam hal ini lebih baik aku yang pulang pergi jarak jauh, kalau suami pulang ke Purwakarta seminggu sekali karena pekerjaannya yang sibuk sering pulang larut malam karena lembur.
Aku nggak pernah bilang anakku nggak bingung puting. Tetap mau menyusu ke bundanya saat ini iya. Malah ada tanda-tanda Sona ini susah disapih. Sekarang usianya mau 20 bulan. Tapi efek penggunaan dot ini membuat penurunan produksi ASI. Banget. Mungkin nggak langsung berkurang, di awal-awal sampai Sona usia 1 tahun bisa 600 – 700 ml dibawa dari kantor (3 kali pumping), semakin kesini makin berkurang, sampai sekarang paling banyak 400 ml. Dulu bisa dibilang melimpah, stok penuh, 1 freezer nggak cukup. Kurang lebih udah beli botol asi sampai 400 botol.
Karena stok nya banyak itu, alhamdulillah bisa berbagi dengan bayi sepersusuan lain. Bayi laki-laki, usianya beda 2 bulan dengan Sona, namanya Andika. Lahir prematur dengan berat 1,7 kg. Riwayat ibunya sakit keras, jadi semenjak lahir tidak boleh menyusui bayinya karena beliau mengkonsumsi obat-obatan. Di usia Andika 2 bulan ibunya meninggal dunia, Andika diurus oleh kakak dari ayah Andika, namanya ibu Eneng.
Dari cerita yang panjang diatas aku pengen membuktikan bahwa jarak bukan masalah, ibu bekerja bukan masalah, bukan masalah untuk memberikan ASI. Semua bisa, asal dengan ilmu, pemahaman dan dukungan yang kuat dari orang sekitar. Sampai saat ini Sona usia 19 bulanmasih full ASI tanpa campur susu yang lain. Kalau ada bundanya nggak lepas, nempel kaya koala, maunya mimi langsung. Mudah-mudahan bisa lulus S3 ASI, sekaligus melaksanakan perintah dalam Al-Quran.
Kisah inspiratif oleh :
Bunda Mega Sonia Gemilang