ASI buat saya yang sudah memiliki 2 anak adalah rejeki yang harus diupayakan, harus didoakan dan terakhir harus disyukuri, karena menjadi ibu bekerja yang bertekad ingin tetap memberikan ASI untuk anak-anaknya dengan cara pumping saat bekerja tidaklah semudah yang dibayangkan.
Dulu waktu anak pertama saya lahir, pernah merasakan hampir patah semangat di hari-hari awal kelahiran karena ASI hanya menetes di mesin pumping ketika anak saya harus disinar dengan tingkat bilirubin yang tinggi, sampai saya menangis karena ternyata menyusui tidak semudah hanya membuka pakaian dalam, memberikan payudara ke bayi lalu voila, susu akan mengalir dengan sendirinya. Butuh perjuangan untuk belajar menjadi ibu baru, menyesuaikan ritme tubuh yang belum pulih dari luka operasi dengan tuntutan bayi yang ingin terus diurusi.
Pun, pumping bukan perkara yang mudah karena dengan waktu cuti bekerja yang terbatas, kendala belum mendapatkan bantuan pengasuh dan manajemen waktu pumping yang masih berantakan membuat saya tidak punya banyak stok ASIP untuk anak saya. Saya ingat betul, ketika saya meninggalkan anak pertama saya untuk kembali bekerja, saya hanya punya stok 60 botol ASIP.
Dan perjuangan pun dimulai. Pekerjaan rutin yang menumpuk, stress, waktu pumping yang tidak konsisten di kantor membuat saya harus putar otak bagaimana caranya agar bisa mengejar ketinggalan antara volume ASIP yang diminum anak selama saya tinggal bekerja dengan ASIP yang saya bawa pulang, sampai-sampai di dalam mobil dalam perjalanan menuju atau pulang dari kantor pun saya harus tetap pumping.
Dan saya memperhitungkan benar, berapa defisit ASIP setiap harinya selama 5 hari saya bekerja harus bisa saya tutup di saat weekend. Belum lagi dilema atasan yang menganggap waktu saya pumping selama 20 – 30 menit selamat 2 kali sehari adalah waktu yang sangat lama, padahal memompa asi tidaklah semudah membuka baju, memasang pompa dan asi keluar, saya butuh relax. Untung saya memiliki suami yang sangat suportif membelikan saya Double Electric Breast Pump, yang menurut ukuran kami lumayan mahal tapi untuk anak pun kami relakan.
Sampai akhirnya saya iklas menyerah mengASIhi anak pertama saya di usianya 10,5 bulan karena ternyata saya hamil anak kedua dan tubuh saya dengan sendirinya berhenti memproduksi ASI walaupun telah saya upayakan. Untuk anak kedua, karena sudah pengalaman maka saya pun berusaha berfikir positif, disiplin pumping, makan yang bergizi dan akhirnya bisa menuai hasil. Anak kedua saya telah berusia setahun dan masih terus saya upayakan untuk pumping dan menyusui langsung. Saya tidak ingin berbangga diri apalagi takabur dengan sombong tapi hanya ingin sharing bahwa ini bukan hanya sekedar ASI, menyusui dan pumping tapi lebih dari itu. Bahwa setiap ibu pasti selalu berjuang untuk memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya dan setiap anak punya ceritanya sendiri.
Kisah inspiratif oleh :
Bunda Anastasia Krisna P.